Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan perkara Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah.
Ditengah jalannya proses persidangan, Kuasa Hukum Terdakwa Azis Syamsuddin, Rivai Kusumanegara menjelaskan alasanya menghadirkan dua orang saksi A de Charge, yakni warga Lampung Timur, Yanti Sumiyati dan warga Bandung Irawan Dimyati dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (6/1).
Dimana diketahui selama sidang pemeriksaan berjalan, baik Yanti maupun Irawan dalam memberikan kesaksian tidaklah berkaitan dengan pokok perkara dugaan suap penanganan kasus di Lampung Timur, yang menyeret Mantan Wakil Ketua DPR tersebut.
“Sebelum masuk pertanyaan, izinkan kami beri gambaran bahwa saksi A de Charge, kami ajukan untuk menjelaskan bahwa terdakwa kerap melakukan kegiatan sosial dan kemanusiaan yang tidak berpamrih atau memiliki kepentingan,” kata Rivai Kusumanegara dilansir dari merdeka.com.
Dengan begitu, Rivai berharap keterangan dua saksi ini dapat menjadi pertimbangan keringan majelis hakim pada saat menjatuhkan vonis nanti kepada Azis Syamsuddin.
“Dengan harapan sidang ini dapat melihat terdakwa secara utuh, sesuai kata-kata bijak terkadang kita tak bisa ukur baju orang di badan kita sendiri,” tuturnya.
Tidak terkaitnya keterangan saksi meringankan dalam pokok perkara, terlihat saat Hakim Ketua Muhammad Damis menyinggung perihal pengetahuan Yanti terkait perkara dugaan korupsi yang disidangkan saat ini.
“Sedikit dari saya, apakah saudara saksi mengetahui apa sebabnya terdakwa Azis Syamsuddin dihadapkan di persidangan pada saat sekarang ini?” tanya Damis.
“Tidak tahu,” singkat Yanti.
Tidak terkaitnya keterangan dengan pokok perkara juga disampaikan ketika mendengarkan kesaksian dari Irawan Damyati yang mengaku sempat dibantu Azis Syamsuddin membangun empat masjid di daerahnya di Bandung, Jawa Barat, pada 10 tahun silam.
“Bapak (saya) cerita ke saya bagaimana kalau kita (minta) kepada beliau (Azis) untuk bantuan menyelesaikan pembangunan masjid,” kata Irawan.
Namun demikian, Irawan memastikan jika bantuan dari Azis sekitar 2011 itu tidak terkait dengan kampanye politik dalam daerah pemilihan (dapil). Karena menurut dia, dapil Azis berada di Lampung.
“Enggak ada hubungannya (kampanye) dengan sumbangan di sana itu?” tanya Hakim Anggota Fahzal Hendri.
“Enggak ada,” singkat Irawan.
Mendengar keterangan Irawan, Fahzal memastikan bahwa bantuan itu ikhlas diberikan Azis. Fahzal menyinggung mengenai contoh kejadian dimana ada Calon Legislatif yang bila kalah maka akan mengembalikan semua bantuan yang diberikan ke warga.
“Artinya ikhlas enggak ada hubungannya sama politik begitu loh. Ada juga orang yang menyumbang itu kan untuk meraih suara. Kalau dia kalah dia ambil lagi sumbangannya. Benar tidak? Ada itu, berikan ke masjid berupa karpet, dia kalah dia ambil lagi karpetnya,” ujar Fahzal.
Setelah melewati sejumlah pemeriksaan saksi, kini persidangan perkara dugaan korupsi suap penanganan kasus di Lampung Timur atas terdakwa Azis Syamsuddin semakin mendekati tahapan tuntutan.
Dimana, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghadirkan sejumlah saksi fakta. Bahkan, JPU KPK telah mengkonfrontir saksi yang diduga memiliki kedekatan dengan Azis yakni, Aliza Gunado.
Aliza dikonfrontir dengan Direktur CV Tetayan Konsultan Darius Hartawan, Kadis Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman, dan Kasubbid Rekonstruksi pada BPBD Kabupaten Lampung Tengah Aan Riyanto.
Sedangkan dalam perkara ini, Azis telah didakwa menyuap Robin sebesar Rp3,09 miliar dan USD 36 ribu. Azis memberikan uang itu agar Robin membantu pengurusan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.
KPK menyiapkan dua dakwaan ke Azis. Pada dakwaan pertama, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pada dakwaan kedua, Azis disangkakan melanggar Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.