Kasus kriminalisasi yang menimpa artis Cassandra Angelie turut mendapat sorotan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Diketahui Cassandra ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga rekannya dalam kasus prostitusi online.
Peneliti ICJR, Genoveva Alicia menerangkan bahwa perbuatan Cassandra tak tergolong tindakan kriminal. Menurutnya memberikan jasa seks antar orang tidak diatur sebagai perbuatan pidana yang bisa dikriminalisasi. Sehingga pemberian jasa seks secara konsensual antar pihak yang memberi dan menerima dalam bentuk offline ataupun online tidak ada jerat pidana yang dapat diberlakukan.
“Dalam konteks pidana prostitusi sendiri, satu-satunya kriminalisasi hanya bagi mucikari dan atau pengguna jasa dari korban eksploitasi atau perdagangan orang,” terang Genoveva dilansir dari liputan6.com, Kamis (6/1).
Genoveva menilai, Cassandra Angelie juga tidak bisa dijerat menggunakan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang transmisi, distribusi dan membuat dapat diakses konten elektronik yang memuat pelanggaran kesusilaan. Sekalipun Pasal 27 ayat (1) UU ITE itu memang bermasalah, namun penerapannya harus merujuk pada batasan pelanggaran kesusilaan yang dapat dijerat pidana.
Sesuai dengan ketentuan KUHP sebagai dasar adanya kriminalisasi UU ITE, konten melanggar kesusilaan yang dapat dijerat pidana adalah apabila ditujukan kepada umum, kalaupun di ruang privat tapi orang yang ditujukan tidak berkehendak atau juga ditujukan kepada anak (Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP).
“Sehingga penyebaran konten yang dinilai melanggar kesusilaan selama dilakukan di ruang privat dan berbasis persetujuan tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE,” katanya.
Lebih lanjut, pada 2020 lalu 3 institusi Kominfo, Kejaksaan dan Kepolisian telah menerbitkan Pedoman Implementasi pasal-pasal dalam UU ITE. Untuk menerapkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE ini, Pedoman Implementasi tersebut menyebutkan perujukan pada UU Pornografi dan KUHP, sehingga seharusnya pasal ini tidak dapat menjerat hubungan privat, termasuk perihal pemberian dan penerimaan jasa seks.
“Seharusnya dengan dasar ini, aparat penegak hukum tak lagi secara sewenang-wenang menyebut ‘kasus prostitusi online'” ujar Genoveva.
Genoveva juga menegaskan bahwa baik pekerja seks dan pelanggannya tak bisa dijerat hukum. Mereka justru merupakan populasi kunci penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV-AIDS.
Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa salah satu prinsip penanggulangan HIV-AIDS melibatkan peran aktif populasi kunci. Pencegahan penyebaran HIV adalah dengan menciptakan tatanan sosial di lingkungan populasi kunci yang kondusif.
Bahkan dalam Pasal 51 Permenkes tersebut telah dijelaskan bahwa masyarakat berperan dalam mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap komunitas populasi kunci.
“Sehingga menghadirkan proposal kriminalisasi bagi pekerja seks maupun pelanggannya hanya akan memberikan dampak buruk pada penanggulangan HIV-AIDS karena populasi kunci tersebut akan dipukul mundur, underground tidak dapat layanan intervensi negara, ataupun ketakutan mengakses layanan kesehatan, termasuk alat pengaman. Perilaku beresiko justru sulit untuk dicegah,” tekannya.
Sebelumnya Cassandra Angelie ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus prostitusi online.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga rekannya yang berperan sebagai mucikari.