Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia membeberkan alasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral maupun izin usaha tambang batubara. Salah satunya yaitu karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak juga melakukan eksekusi setelah mendapatkan izin usaha.
“Pertama kita cabut karena izinnya diberikan, tapi tidak jalan-jalan dan itu sudah bertahun tahun bahkan puluhan tahun,” terang Bahlil dilansir dari cnbcindonesia.com, Jumat (7/1).
Selain itu, kata Bahlil, kebanyakan dari pemegang IUP juga tidak pernah melaporkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tiap tahunnya. Sehingga pemerintah mencurigai ada sesuatu yang dimainkan dari izin pertambangan yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
“Ada apa dibalik itu, berarti masih mau goreng-goreng barang itu,” ungkap Bahlil. Alasan lainnya, perusahaan-perusahaan yang mendapatkan IUP tersebut nama dan alamat perusahaannya tidak jelas.
Dengan begitu, sebanyak 2.078 IUP yang dicabut izinnya oleh pemerintah akan diserahkan kepada Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kelompok organisasi keagamaan hingga pengusaha nasional yang memenuhi syarat.
“Metode pengelolaannya, untuk proses pencabutan ini, setelah dicabut akan dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang kredibel. Oleh kelompok masyarakat, kelompok organisasi keagamaan, BUMD, supaya terjadi pemerataan ekonomi,” terang Bahlil.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melaksanakan pencabutan resmi dimulai hari Senin atau 10 Januari 2022 ini.
Yang jelas, kata Bahlil, pemerintah dalam hal pencabutan IUP ini tidak memandang siapa pemilik IUP yang dicabut tersebut dan semuanya berlaku sesuai aturan.
“Pencabutan izin tanpa lihat ini punya siapa, kita tertib dengan aturan. Saya tahu sahabat-sahabat saya banyak, mungkin juga di grup perusahaan dulu saya kerja ada, tapi aturan harus kita tegakkan, aturan berlaku untuk seluruh orang, tidak untuk satu kelompok tertentu,” tuturnya.
Pencabutan IUP itu atas dasar kajian yang mendalam dan kuat, seperti hal yang tercantum dalam UUD 1945 terutama pada pasal 33 ayat 4.
“Di situ dijelaskan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan berkelanjutan serta dengan keseimbangan dan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional,” terang Bahlil.
Adapun pasal 33 poin 3 ayat 3, kata Bahlil, dinyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.