Sebanyak 13 santriwati diduga dicabuli oleh oknum guru pesantren di Balikpapan, Kalimantan Timur berinisial MF.
Salah satu keluarga korban, sebut saja Jingga blak-blakan terkait dugaan pencabulan 13 santriwati di Balikpapan.
Ia menyebut, keluarganya jadi korban pencabulan pada 2020 silam. Namun, baru terbongkar pada 29 September 2021.
Kata Jingga, perbuatan asusila itu tengah berada di dalam mobil bersama terduga pelaku MF.
Korban tak sendirian, di dalam mobil dia bersama tiga rekannya sesama santriwati.
Dalam perjalanan, MF berhenti di suatu tempat dan meminta tiga santriwati lain turun membeli gorengan. Saat itu, korban diminta tetap berada di mobil. Saat itulah MF berusaha melakukan pelecehan terhadap korban.
“Tapi korban menolak karena merasa jijik, tetapi tetap dipaksa,” kata Jingga sebagaimana dilansir dari Pojoksatu.id.
Karena menolak, korban akhirnya diturunkan di rumah neneknya di kawasan KM 7.
Sang nenek yang curiga karena tak biasa korban ada di rumah saat jam belajar lantas menghubungi ibu korban.
“Saat ditanya ibunya, korban akhirnya menceritakan kejadian pelecehan yang dialami,” kata dia.
Mendengar cerita sang buah hati, sang ibu syok. Rupanya, korban tak sekali ini saja mengalami pelecehan selama di pesantren.
Pelecehan juga pernah dialami korban di rumah terduga pelaku MF. Korban dicium oleh MF.
“Dari pengakuan korban, kejadian itu sudah dia alami selama setahun. Dia tak sendirian, ada 12 santriwati yang juga jadi korban,” ungkap Jingga.
Kasus ini lantas dilaporkan ke UPTD PPA Balikpapan yang diteruskan ke SPKT Polda Kaltim pada 6 Oktober 2021 lalu. Tercatat ada empat korban yang melaporkan kejadian ini.
“Yang berani melapor hanya empat saja. Korban lain memilih mundur karena takut akan dilaporkan balik,” katanya.
Pada 8 Oktober 2021, 4 korban diminta menghadap ke Renakta Polda Kaltim untuk dikonfirmasi mengenai laporan tersebut.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan visum etprentum di Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo (RSKD).
Pada 18 Oktober 2021, para orang tua korban menerima telepon dari ketua komite kesantren yang mengaku perwakilan keluarga MF.
Mereka meminta para korban mencabut laporannya. Tak hanya itu, korban juga diiming-iming kompensasi berupa uang ganti rugi beserta SPP gratis selama menempuh pendidikan di pesantren tersebut.
“Korban juga mendapat intimidasi dari orang di dalam pesantren. Mereka dituduh berbohong,” ungkap Jingga.
Kini keluarga korban hanya berharap kepolisian segara menetapkan MF sebagai tersangka kasus ini.