Mejelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis bersalah terdakwa eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju, atas kasus suap dalam penanganan sejumlah kasus korupsi.
Selain itu, Majelis Hakim juga menolak permohonannya untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator atau JC) yang diajukan Robin.
Menanggapi hal itu, Stepanus Robin Pattuju mengaku pasrah jelang sidang pembacaan vonis terhadap dirinya.
Mantan penyidik KPK yang diduga pernah menerima uang dari ajudan Wali Kota Cimahi non-aktif Ajay M Priatna, Evodie Dimas Sugandy sebesar Rp 387,39 juta itu mengaku siap menerima keputusan majelis hakim.
“Saya siap saja dan terima saja apa yang menjadi keputusan, semoga yang terbaik. Saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan tetapi saya harapkan kebenaran harus terungkap, keadilan harus ditegakkan,” kata Robin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (12/1) dikutip dari Antara.
Robin menyebut ia tetap konsisten ingin mengungkap peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
“Kan saya sudah janji. Saya berharap keadilan ditegakkan dan kebenaran harus diungkapkan. Saya bertanggung jawab atas perbuatan yang saya lakukan. Saya tidak lari. Saya harap semua yang berbuat harus bertanggung jawab masing-masing termasuk Bu Lili dan kawan-kawan,” ungkap Robin.
Sejumlah kerabat Robin juga tampak hadir di persidangan antara lain tante dan nenek Robin.
Dalam perkara ini, Stepanus Robin Pattuju dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pidana pengganti senilai Rp 2.322.577.000 subsider 2 tahun penjara.
Robin bersama dengan rekannya advokat Maskur Husain disebut jaksa penuntut umum (JPU) KPK menerima suap senilai Rp 11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait pengurusan lima perkara dugaan korupsi di KPK.
Sedangkan Maskur dituntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 8.702.500.000 dan 36 ribu dolar AS.
Stepanus dan Maskur didakwa menerima suap dari lima perkara yaitu pertama menerima suap dari mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial sebesar Rp 1,695 miliar untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan.
Uang diberikan secara bertahap pada November 2020 – April 2021 melalui transfer ke rekening Riefka Amalia yaitu adik teman perempuan Robin (Rp 1,275 miliar), transfer ke rekening Maskur pada 22 Desember 2020 (Rp 200 juta), pemberian tunai sebesar Rp 10 juta pada Maret 2021 dan pemberian tunai senilai Rp 210 juta pada 25 Desember 2020.
Uang senilai Rp 1,695 miliar itu dibagi dua yaitu sebesar Rp 490 juta untuk Robin dan Rp 1,205 miliar untuk Maskur Husain.
Perkara kedua, Robin dan Maskur mendapatkan Rp 3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513,29 juta) atau senilai total Rp3,613 miliar dari mantan Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar Azis Syamsudin dan mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Robin lalu menerima uang muka sejumlah Rp100 juta dan Maskur Husain menerima sejumlah Rp200 juta melalui transfer rekening milik Azis Syamsudin pada 3 dan 5 Agustus 2020; sejumlah 100 ribu dolar AS pada 5 Agustus 2020; dan pada Agustus 2020 – Maret 2021 sejumlah 171.900 dolar Singapura.
Selanjutnya uang tersebut dibagi-bagi sehingga Robin memperoleh Rp 799.887.000 sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp 2,3 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Perkara ketiga, Robin dan Maskur mendapatkan Rp 507,39 juta dari Wali Kota Cimahi non-aktif Ajay Muhammad Priatna tidak terseret dalam penyidikan perkara bansos di kabupaten Bandung, kota Bandung serta kota Cimahi.
Uang diserahkan pada 15 Oktober 2021 oleh ajudan Ajay bernama Evodie Dimas Sugandy yaitu sejumlah Rp 387,39 juta. Selanjutnya Robin kembali menerima uang sejumlah Rp 20 juta dari Ajay pada 24 Oktober 2020 sehingga totalnya Rp 507,39 juta.
Uang tersebut kemudian dibagi dua yaitu Robin mendapat Rp 82,39 juta, sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp 425 juta.
Perkara keempat, Robin dan Maskur mendapatkan Rp 525 juta dari Usman Effendi, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Tenjojaya yang sedang menjalani hukuman 3 tahun penjara.
Mulai 6 Oktober 2020 – 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia dengan jumlah seluruhnya Rp 525 juta. Uang dibagi dua dengan pembagian Robin memperoleh Rp 252,5 juta sedangkan Maskur mendapat Rp 272,5 juta.
Perkara kelima, Robin dan Maskur mendapatkan uang sejumlah Rp 5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Uang lalu dibagikan dengan rincian Robin mendapat Rp 697,8 juta dan Maskur Husain mendapat Rp 4,5 miliar.