Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Reny Hendrawati. Reny bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat.
Reny bakal dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
“Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Reny Hendrawati akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dilansir dari inews.
Selain memeriksa Reny, tim penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Camat Rawa Lumbu, Bekasi, Makhfud Saifuddin.
Makhfud sudah dijerat sebagai tersangka, namun status Makhfud dalam pemeriksaan kali ini adalah saksi.
Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Intan (karyawan swasta), Heryanto (ASN-Kabid Pertanahan Disperkimtan Kota Bekasi), Nurcholis (Kepala BPBD), Lisda (Kasi BP3KB), Sherly (swasta/bagian keuangan PT Hanaveri dan PT Kota Bintang Rayatri), Giyarto (PPK), Andi Kristanto (ajudan Walkot Bekasi), dan Tita Listia (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Diketahui, KPK telah menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi.
Delapan orang tersangka itu yakni, sebagai pemberi yakni Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril, swasta Lai Bui Min alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Sedangkan sebagai penerima yakni, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi M. Bunyamin, Mulyadi alias Bayong Lurah Kati Sari, Camat Jatisampurna Wahyudin dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.
royek-proyek itu antara lain, pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, diantaranya dengan menggunakan sebutan untuk ‘Sumbangan Masjid’.
Selanjutnya, para pihak swasta yang terlibat menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi yaitu Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi yang menerima uang sejumlah Rp4miliar dari swasta Lai Bui Min alias Anen.
Lalu, Camat Jatisampurna Wahyudin yang menerima uang sejumlah Rp3 miliar dari Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. Dan juga, mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp100 juta dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi.
Uang tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Lurah Kati Sari Mulyadi alias Bayong yang pada saat dilakukan tangkap tangan, tersisa uang sejumlah Rp600 juta rupiah.
Di samping itu juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang Rp30 juta dari Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril, melalui M. Bunyamin.
Para pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai penerima, Rahmat Effendi dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.