Terdakwa perusakan hutan lindung di Kawasan Sei Hulu Lanjai, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, minta dibebaskan dari segala dakwaan setelah dituntut jaksa dengan hukuman 8 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (9/2/2022).
Permintaan bebas itu disampaikan terdakwa, Direktur Utama PT Kayla Alam Sentosa (KAS), Indra May bin Umar Rajo melalui penasehat hukumnya (PH), Petra dan Yastril Alex dari Lex Specialis Low Office pada persidangan yang beragendakan pembacaan nota pembelaan (Pledoi) atas tuntutan jaksa.
Dalam pledoinya, Petra menyatakan, kliennya (Indra May bin Umar Rajo) tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa, yakni Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memerintahkan Jaksa Penuntu Umum untuk membebaskan terdakwa Indra May dari segala dakwaan,” kata Petra dan Alex saat membacakan Nota Pembelaan secara bergantian di PN Batam.
Permintaan bebas, kata Petra, bukan tanpa alasan. Sebab, berdasarkan fakta persidangan berupa keterangan para saksi, terdakwa Indra May sebagai Direktur PT Kayla Alam Sentosa (KAS) adalah orang yang menjadi otak perseroan atau pimpinan perusahaan yang menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan pematangan lahan milik warga di Kampung Yasmin Kebun yang telah diganti rugi oleh PT KAS. Sehingga, kata dia, unsur dengan sengaja tidak terpenuhi.
Menanggapi Pledoi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mega Tri Astuti menyatakan akan membuat tanggapan secara tertulis yang akan disampaikan pada persidangan yang akan datang.
“Yang mulia. Saya akan menanggapi Pledoi dari penasehat hukum terdakwa secara tertulis pada persidangan yang akan datang,” kata Mega.
Usai mendengarkan nota pembelaan yang disampaikan terdakwa Indra May, majelis hakim yang diketuai Setyaningsih didampingi Edi Sameaputty dan Yudith Wirawan pun menunda persidangan dengan agenda pembacaan tanggapan JPU atas Pledoi terdakwa.
“Untuk pembacaan tanggapan jaksa, sidang kita tunda hingga minggu depan,” kata hakim Setyaningsih sembari mengetuk palu menutup persidangan.
Diberitakan sebelumnya, Komisaris PT Kayla Alam Sentosa (KAs), Indra May resmi ditetapkan sebagai tersangka Perusakan Hutan Lindung di Batam oleh Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Penetapan Komisaris PT Kayla Alam Sentosa ini diungkapkan Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda, Selasa (25/2/2020) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Kejahatan perusakan lingkungan, kata Yasid Nurhuda, merupakan kejahatan serius. Akibatnya, tersangka dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) Undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Yazid mengatakan, kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Kayla Alam Sentosa untuk penyiapan lahan kavling siap bangun dimulai sejak tahun 2019 lalu. Pembukaan lahan dilakukan dengan cara tanah yang terdapat tanaman ditimbun tanah, bukit diratakan, dikeruk dengan menggunakan alat berat berupa excavator dan bulldozer kemudian tanah diangkut dengan dump truck, selanjutnya dilakukan pembentukan kavling dengan ukuran 8 x 12 meter dengan ukuran jalan 6 meter.
Alat-alat yang digunakan untuk pembukaan lahan, kata dia, berupa excavator, bulldozer dan dump truck yang dipergunakan PT Kayla Alam Sentosa merupakan sewaan (Rental) dari PT Melmin Jaya. “Kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Kayla Alam Sentosa untuk penyiapan lahan kavling siap bangun dilakukan atas dasar perintah dari terdakwa Indra May,” ujarnya.
Sementara Dirjen Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani, mengatakan upaya penyelamatan, dan pemulihan kawasan hutan merupakan prioritas, dan komitmen pemerintah. “Kita harus menyelamatkan kawasan hutan, dan mangrove, karena sangat penting untuk melindungi masyarakat dari bencana ekologis, longsor, banjir, abrasi, dan kekeringan,” ujarnya.
Rasio Sani menegaskan, pelaku perusakan kawasan hutan, apalagi hutan lindung dan kawasan lindung seperti mangrove, harus dihukum seberat-beratnya serta harus dimiskinkan. Pelaku kejahatan seperti ini menikmati keuntungan dengan mengorbankan banyak masyarakat. (sumber-Batamtoday.com)