Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno menilai Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim memang melakukan pelanggaran tata krama dalam persidangan. Atas hal itu membuat Silmy kemudian diusir pada rapat Senin kemarin. Eddy menyoroti tingkah Silmy yang terus menjawab pimpinan rapat saat sedang berbicara.
Menurut Eddy, seharusnya Silmy meminta izin lebih dulu. Mengingat pimpinan rapat yang mengatut lalu lintas komunikasi di rapat.
“Kemarin itu tidak terjadi. Memang dalam hal ini Dirut Krakatau Steel terlihat memberikan tanggapan tanpa adanya izin dari pimpinan rapat sehingga akhirnya pimpinan rapat memutuskan bahwa ada pelanggaran dari tata krama, tata tertib, dan etika yang ada di DPR di dalam persidangan,” kata Eddy dilansir dari suara.com Selasa (15/2).
Eddy menyayangkan insiden tersebut terjadi. Ia mengimbau agar ke depan hal serupa tidak terulang.
“Kami sesalkan sesungguhnya komunikasi lalu lintas komunikasi di DPR itu terutama di persidangan di komisi-komisi itu sudah diatur melalui pimpinan. Jadi sebaiknya kita selalu mengikuti irama etika dan tata tertib tersebut agar lalu lintas juga bisa lancar untuk menghindari adanya kesalahan komunikasi di masa mendatang,” tutur Eddy.
Untuk diketahui Silmy sempat diusir dalam rapat Komisi VII DPR RI, Senin (14/2). Dalam rapat itu, Silmy Karim diusir oleh Pimpinan Rapat saat itu, yaitu Bambang Hariyadi.
Insiden Dirut Krakatau Steel diusir itu bermula saat Bambang mengajukan pertanyaan, usai Silmy Karim menjelaskan masalah yang terjadi di pabrik Blast Furnace.
Politikus dari Partai Gerindra ini mengaku bingung, melihat proses pembangunan Blast Furnace yang tidak kunjung selesai. Menurutnya, pada awal pembangunan pabrik itu sudah bagus lantaran diiringi semangat memperkuat industri baja dalam negeri.
Meski demikian, pembangunan yang tak kunjung rampung mengakibatkan kerugian yang membebani keuangan perusahaan. Namun dari pembangunan yang tidak kunjung usai ini, mengakibatkan kerugian juga membebani keuangan perusahaan.
“Bagaimana ini? Pabrik Blast Furnace ini dihentikan, tapi satu sisi ingin perkuat produksi dalam negeri. Ini jangan seperti maling teriak maling. Jangan kita ikut bermain, tapi pura-pura enggak ikut bermain,” kata Bambang.
Belum selesai Bambang mengajukan pertanyaan, Silmy langsung menanggapi dan mempertanyakan maksud dari maling teriak maling yang disebutkan.
“Maksudnya maling bagaimana, Pak?” tanya Silmy.
Bambang pun menjawab pertanyaan Silmy dengan pernyataan di awal, bahwa tidak ada semangat untuk memperkuat industri baja nasional, karena pabrik Blast Furnace rencananya akan dihentikan.
Ia pun menyatakan akan meminta kejelasan dari Polda Metro Jaya mengenai kasus baja yang melibatkan Kimin Tanoto, pengusaha baja swasta pemilik PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP).
“Itu salah satu anggota Anda, namanya Kimin Tanoto,” ujar Bambang.
Saat Bambang menyinggung nama Kimin Tanoto, Silmy sontak menjawab.
Silmy menyebut posisinya dalam rapat hari ini sebagai Dirut Krakatau Steel, dan bukan Ketua Umum IISIA (Iron and Steel Industry Association).
“Betul (Anda sebagai Dirut Krakatau Steel). Anda tolong hormati persidangan ini. Ada teknis persidangan. Kok kayaknya Anda enggak menghargai Komisi? Kalau sekiranya Anda enggak bisa ngomong di sini, Anda keluar,” tegas Bambang.
“Baik, kalau memang harus keluar, kita keluar,” jawab Silmy.
“Keluar, Anda keluar,” usir Bambang.
Usai Silmy keluar, rapat tetap dilanjutkan bersama dengan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier.