Pimpinan PT Tiara Mantang, akhirnya divonis 2 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (16/2/2022) atas kasus penipuan jual beli kios atau Ruko di Pasar Melayu, Kecamatan Batuaji.
“Mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Ahmad Mipon dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan,” kata hakim Sapri Tarigan saat membacakan amar putusannya melalui video teleconference di PN Batam.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan, perbuatan terdakwa Ahmad Mipon telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan perkatan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.
“Menyatakan terdakwa Ahmad Mipon telah terbukti bersalah melanggar Pasal 378 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan pertama Penuntut Umum,” kata hakim Sapri.
Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim, ternyata lebih ringan 6 bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum Rosmarlina Sembiring yang sebelumnya menuntut agar terdakwa Ahmad Mipon dihukum dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, terdakwa Ahmad Mipon melalui penasehat hukumnya masih menyatakan pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum lainnya. “Atas putusan itu, kami minta waktu untuk berpikir-pikir terlebih dahulu sebelum melakukan upaya hukum lain,” kata penasehat hukum terdakwa Ahmad Mipon dari kantor Kejari Batam.
Diurai dalam surat dakwaanya, awal mula kasus penipuan yang dilakukan terdakwa Ahmad Mipon terjadi sekira tahun 2001 lalu. Kala itu, terdakwa Ahmad Mipon selaku Direktur PT Tiara Mantang melakukan penjualan kios atau Ruko di Pasar Melayu, Jalan Letjend Suprapto, Bukit Tempayan, Kecamatan Batuaji, Kota Batam kepada para konsumen (saksi korban) berdasarkan surat kuasa menjual dari LSM Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP).
Dalam proses penjualan kios atau Ruko di Pasar Melayu, ternyata terdakwa Ahmad Mipon melakukan serangkaian tipu muslihat dan kebohongan dengan menyampaikan kepada calon pembeli bahwa di area Pasar Melayu Raya akan dibangun Jalan Raya, Mall serta fasilitas air per kios (disebutkan dalam AJB) namun kenyataannya hingga saat ini tidak ada pembangunan fasilitas yang dimaksud.
“Awalnya surat-surat di Pasar Melayu tidak ada masalah di Otorita Batam maupun BPN Batam. Namun, pembayaran UWTO ke Otorita Batam yang seharusnya selama 30 tahun baru dibayarkan terdakwa selama 5 tahun yaitu sebesar Rp 336.090.000,” kata Jaksa Rosmarlina Sembiring saat membacakan surat dakwaan melalui video teleconference dari kantor Kejari Batam, beberapa waktu lalu.
Karena pembayaran UWTO yang dilakukan terdakwa Ahmad Mipon hanya 5 tahun, akhirnya pihak Otorita Batam mengeluarkan surat pemberitahuan nomor:B/16336/KA-A1.A1.1/9/2013, tanggal 9 September 2013 tentang pembatalan izin prinsip nomor:334/IP/KA/X/1999 tanggal 12 Oktober 1999 dengan luas 26.360 M2 dan dikuatkan dengan putusan Peninjauan Kembali Makamah Agung nomor:123 PK/TUN/2017 tanggal 14 Agustus 2017.
Selain melakukan tipu muslihat ke para konsumen, ternyata terdakwa Ahmad Mipon tidak mempunyai hak untuk menjual Ruko di Pasar Melayu, karena yang berhak menjual atau menguasakan menjual Ruko tersebut adalah saksi Hadislani sebagai pimpinan HPKP.
Hal ini sesuai dengan putusan PTUN Tanjungpinang nomor:15/G/2014/PTUN-TPI tanggal 22 Mei 2015, yang dikuatkan dengan putusan Banding dari PTTUN Medan nomor:137/B/2015/PT.TUN-MDN tanggal 05 Oktober 2015, yang dikuatkan dengan putusan Kasasi Makamah Agung RI nomor:27 k/TUN/2016 tanggal 14 April 2016, yang dikuatkan dengan putusan Peninjauan Kembali Makamah Agung nomor:123 PK/TUN/2017 tanggal 14 Agustus 2017 yang isi putusanya adalah membatalkan semua surat-surat yang diajukan oleh terdakwa Ahmad Mipon kepada Otorita Batam. (sumber-Batamtoday.com)