News24xx.com – Kementerian Agama Indonesia mengeluarkan pedoman baru yang sedikit menurunkan volume pengeras suara masjid, tetapi partai besar Islam di negara itu dengan keras mengkritik peraturan tersebut.
Kementerian kemarin mengeluarkan Surat Edaran No 5/2022 yang mengatur volume pengeras suara masjid agar azan cukup sampai ke telinga umat Islam, sekaligus menjaga kerukunan dengan pemeluk agama lain pada saat yang sama.
Mungkin peraturan paling penting yang terkandung dalam surat edaran itu adalah bahwa suara dari pengeras suara masjid tidak boleh melebihi 100 desibel ( tingkat kebisingan yang setara dengan jet yang lepas landas dari jarak 305 meter ), di mana sebelumnya tidak ada batasan seperti itu.
Surat edaran itu juga membatasi penggunaan pengeras suara hingga lima kali adzan per hari. Penggunaan loudspeaker untuk pengajian kini dibatasi hanya 10 menit, sedangkan khutbah dan pengumuman lainnya harus disampaikan melalui speaker internal.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebuah partai Islam yang menentang pemerintah, tentu saja menolak pedoman tersebut dan mengatakan bahwa Kementerian Agama tidak perlu mencampuri urusan teknis terkait ibadah.
“Biarkan masyarakat mengelola [pengeras suara masjid] sesuai dengan tradisi mereka,” kata anggota parlemen PKS Bukhori Yusuf .
“Aturannya bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya.”
Pengeras suara masjid telah lama menjadi isu sensitif di Indonesia. Serangkaian pedoman pertama kali dikeluarkan pada tahun 1978, yang menetapkan bahwa pengeras suara masjid digunakan oleh personel yang berpengalaman untuk mencegah terciptanya gangguan statis mekanis yang akan menurunkan kualitas audio dan mungkin menimbulkan niat buruk terhadap masjid. Ia juga meminta agar mereka yang mengumandangkan adzan memiliki suara yang merdu.
Meskipun banyak pedoman yang diterbitkan kembali di tahun-tahun berikutnya, masjid-masjid di Indonesia pada umumnya masih menggunakan pengeras suara sesuai keinginan mereka.
Pada tahun 2018, seorang wanita Sumatera Utara bernama Meiliana dihukum karena penodaan agama dan dijatuhi hukuman 18 bulan penjara pada tahun 2018 karena mengeluh tentang volume pengeras suara masjid . Setelah menjalani dua pertiga dari hukumannya, dia dibebaskan bersyarat pada Mei 2019.