Tubagus Chaeri Wardhana atau karib disapa Wawan dieksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Sukamiskin. Hal ini dilakukan KPK atas perintah Pengadilan Tipikor pada PN Bandung nomor: 60/Pid.Sus-TPK/2021/PN Bdg tanggal 12 Januari 2022.
“Terpidana dijatuhi pidana penjara selama satu tahun dengan cara dimasukkan dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Sukamiskin,” kata pelaksana tugasnya (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, (8/3).
Wawan terlibat kasus suap dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Bandung. Selain hukuman kurungan, Wawan juga bakal ditagih uang denda Rp150 juta oleh KPK.
“Uang itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” jelas Ali.
Wawan awalnya merupakan warga binaan di Lapas Sukamiskin sejak 17 Maret 2015 dengan pidana 7 tahun penjara terkait kasus suap dalam penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak Tahun 2013 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, Wawan juga terjerat dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemkot Tangerang Selatan dan Pemprov Banten dan telah divonis selama 5 tahun penjara berdasarkan putusan di tingkat kasasi.
Namun, pada 16 Oktober 2019 Wawan bersama empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap pemberian fasilitas atau perizinan di Lapas Sukamiskin.
Empat orang tersebut adalah Wahid Husein (WH) dan Deddy Handoko (DHA) selaku mantan Kalapas Sukamiskin, Rahadian Azhar (RA) selaku Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi dan Fuad Amin (FA) sebagai seorang yang pernah menjabat sebagai Bupati Bangkalan atau warga binaan.
KPK menjelaskan bahwa Wawan diduga telah memberikan mobil Toyota Kijang Innova kepada Deddy. Adapun pemberian tersebut diduga terkait dengan kemudahan izin keluar lapas yang diberikan Deddy kepada Wawan baik berupa Izin Luar Biasa (ILB) maupun izin berobat dengan total izin pada 2016 sampai 2018 sebanyak 36 kali.
Wawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undanh Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(sumber-Merdeka.com)