Eks Gubernur Riau (Gubri) Annas Maamun mencabut gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapan dirinya sebagai tersangka pemberian hadiah atau janji terkait pembahasan RAPBD-P 2014 dan APBD 2015 Provinsi Riau.
Sebelumnya, Annas Maamun mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2022 dengan nomor perkara 21/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Dalam hal ini, Annas Maamun sebagai pemohon dan KPK cq Pimpinan KPK sebagai termohon.
Pada petitumnya, Annas Maamun meminta hakim menerima permohonan praperadilan, menyatakan status tersangka yang ditetapkan termohon tidak sah menurut hukum, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum.
“Apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan C.q. Yang Mulia Hakim Tunggal perkara Pra Peradilan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Pra Peradilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1 A Khusus ini berpendapat lain mohon kiranya memberikan rasa keadilan terhadap Pemohon yang telah tua-renta kini telah berusia 82 tahun (ex aequo et bono),” bunyi petikan petitum Annas Maamun.
Belakangan, politisi gaek yang pindah dari Partai Golkar ke Partai NasDem itu dikabarkan mencabut permohonan gugatannya. Tidak disebutkan alasan pasti kenapa ia mencabut gugatan.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri membenarkan kalau Annas Maamun telah mencabut gugatan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan. “Benar,” kata Ali Fikri, Rabu (13/4/2022).
Ali Fikri menegaskan, setiap penanganan perkara, KPK dipastikan patuh pada aturan hukum yang ada. Begitu juga dengan penetapan tersangka terhadap Annas Maamun.
“Setiap pengumuman nama tersangka kami lakukan bersamaan dengan upaya paksa baik penangkapan ataupun penahanan. Sehingga percepatan penanganan perkara pasca penahanan dapat kami lakukan,” jelas Ali Fikri.
Ali Fikri menyatakan hal tersebut dilakukan KPK, demi adanya kepastian hukum dalam setiap penegakan hukum oleh KPK. “Untuk perkara tersangma AM, kami segera selesaikan dan melimpahkannya ke persidangan,” ungkap Ali Fikri.
Sementara untuk kelanjutan penanganan perkara yang menyeret mantan Bupati Rokan Hilir itu, Ali Fikri menyebut, penyidik akan segera menyelesaikan proses penyidikan. Setelah rampung, tersangka berikut barang bukti akan diserahkan ke penuntut umum untuk kemudian dilimpahkan ke persidangan.
“Dalam waktu 2 bulan, harapan kami perkara tersebut dapat selesai pada proses penyidikan,” beber Ali Fikri.
Diketahui, Annas Maamun saat ini telah ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1, Jakarta, pada Rabu (30/3/2022). Penahanan dilakukan selama 20 hari terhitung tanggal 30 Maret 2022 sampai 18 April 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1.
Sebelum ditahan, penyidik KPK melakukan pemanggilan paksa terhadap Annas Maamun. Gubernur Riau periode 2014-2019 itu dijemput di rumahnya di Pekanbaru dan setelah cek kesehatan, langsung dibawa ke Jakarta.
“Perintah membawa tersebut dilakukan karena KPK menilai yang bersangkutan tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sebelumnya telah dilakukan secara patut dan sah,” jelas Ali Fikri, ketika itu.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan anggota DPRD sekaligus mantan Bupati Rohul Suparman dan mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus sebagai tersangka. Keduanya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah selesai menjalani masa hukuman.
Ali Fikri juga menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Annas Maamun. Selaku Gubernur Riau, ia mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi yang saat itu dijabat oleh Johar Firdaus.
“Dalam usulan yang diajukan oleh tersangka AM tersebut ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah. Di antaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD),” jelas Ali Fikri.
Karena usulan anggaran ini tidak ditemukan kesepakatan dengan pihak DPRD sehingga Annas Maamun diduga menawarkan sejumlah uang dan adanya fasilitas lain berupa pinjaman kendaraan dinas bagi seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai 2014 agar usulannya tersebut dapat disetujui.
Atas tawaran dimaksud, Johar Firdaus bersama seluruh anggota DPRD kemudian menyetujui usulan Annas Maamun.
Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014, Annas Maamun merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp900 juta.
Atas perbuatannya, Annas Maamun sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.