News24xx.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia telah mengeluarkan peringatan bahwa aktivitas seismik Anak Krakatau antara pulau Jawa dan Sumatera dapat memicu tsunami.
Badan tersebut telah menaikkan tingkat kewaspadaannya di area tersebut dari II, yang menandakan kewaspadaan tinggi, menjadi III, menandakan perlunya siaga, pada skala bahaya empat titik negara itu.
“Dengan meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau dari level II ke level III, masyarakat dihimbau untuk mewaspadai potensi gelombang tinggi atau tsunami terutama pada malam hari,” kata Kepala Badan Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers kemarin.
Dwikorita mengatakan BMKG bersama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian ESDM, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat akan terus memantau Anak Krakatau dan permukaan air laut di Sunda. Selat.
“Karena pada malam hari, sulit untuk melihat secara visual keberadaan ombak tinggi yang mendekati garis pantai. Sedangkan pada siang hari cukup terlihat. Artinya aktivitas [vulkanik dan permukaan laut] masih bisa berlanjut,” jelas Dwikorita.
Meski tingkat kewaspadaan dinaikkan, BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan hanya mempercayai informasi dari sumber resmi.
Gunung Anak Krakatau terus menerus meletus sejak awal April, terakhir terjadi pada Minggu pukul 20.20 WIB, menghasilkan gumpalan asap dan abu yang sangat besar setinggi 3.000 meter di atas puncak gunung berapi atau 3.157 meter di atas permukaan laut. Percikan lava telah terlihat dalam letusan dalam dua hari terakhir.
Selain itu, para pejabat telah mendesak masyarakat untuk tetap berada di luar radius 5 kilometer dari Anak Krakatau mengingat tingkat siaga bahaya yang meningkat. Konon, transportasi laut dari dan menuju Pelabuhan Merak, Banten menuju Pelabuhan Bakauheni di Lampung masih relatif aman.
Gunung Anak Krakatau, yang diterjemahkan menjadi “Anak Krakatau,” terakhir kali mengalami letusan besar pada Desember 2018, menghasilkan tsunami yang menewaskan lebih dari 400 orang dan membuat puluhan ribu orang mengungsi.
Gunung berapi ini adalah keturunan dari gunung berapi Krakatau yang terkenal, yang meletus pada tahun 1883 dalam salah satu ledakan terbesar dalam sejarah dan memicu periode pendinginan global.