Wakil Bupati Bogor yang kini menjabat Plt Bupati Bogor Iwan Setiawan, akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Barat.
“Iya tentu. Siapa pun jika proses penyidikan membutuhkan keterangannya, maka pasti kami panggil sebagai saksi. Termasuk wakil bupati Bogor atau pun pejabat lainnya di lingkungan Pemkab Bogor,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (14/6).
Iwan Setiawan diangkat menjadi Plt Bupati lantaran Ade Yasin ditangkap KPK. Iwan Setiawan diketahui sebagai pihak yang menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021 kepada BPK perwakilan Jawa Barat di Bandung, Jumat (25/3).
Laporan keuangan ini diserahkan Iwan kepada Kepala BPK perwakilan Jawa Barat Agus Khotib. Saat itu Iwan Setiawan berharap agar laporan keuangan Pemkab Bogor mendapatkan opini WTP.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.
Selain Ade Yasin, KPK juga menjerat tersangka lainnya, yakni Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik (RT). Mereka dijerat sebagai pihak pemberi suap.
Sementara pihak penerima suap, KPK menjerat Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah (ATM), Ketua Tim Audit Interim BPK Kabupaten Bogor Arko Mulawan (AM), serta dua pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah (HNRK) dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).
Penetapan tersangka terhadap Ade Yasin bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK sejak Selasa (26/3) hingga Rabu (27/3) di kawasan Bogor dan Bandung, Jawa Barat.
Dalam OTT tersebut, tim penindakan mengamankan 12 orang dan uang sebesar Rp1,024 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Ade Yasin menyuap para auditor BPK Jabar agar Kabupaten Bogor menerima predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
“AY (Ade) selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat,” ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/4/2022) dini hari.
Firli menyebut, awalnya tim pemeriksa dari BPK Jabar ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Tim pemeriksa tersebut yakni Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah, Ketua Tim Audit Interim BPK Kab. Bogor Arko Mulawan, dan para pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah, Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, dan Winda Rizmayani.
Firli mengatakan, atas keinginan Ade Yasin agar Kabupaten Bogor menerima opini WTP itu, pada sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra Nur dengan Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim (pendahuluan).
Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada Kasub Auditorat Jabar III BPK Jabar Anthon Merdiansyah di salah satu tempat di Bandung.
Anthon kemudian mengondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan Ihsan, di mana nantinya obyek audit hanya untuk SKPD tertentu. Kemudian audit dilaksanakan mulai Februari 2022 hingga April 2022.
Adapun temuan fakta tim audit di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan Jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai kontrak.
“Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY (Ade) melalui IA (Ihsan) dan MA (Maulana) kepada tim pemeriksa, di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 miliar,” kata Firli. (sumber-Merdeka.com)