Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Memvonis Direktur CV. Nizhami, Muara Perangin Angin divonis 2 tahun 6 bulan penjara denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Muara Perangin Angin dinyatakan terbukti secara sah dan terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi . Muara Perangin Angin terbukti menyuap Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin sebesar Rp572 juta.
“Menyatakan, Jika Muara Perangin Angin telah terbukti secara sah dan jika bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana kesalahan alternatif pertama,” ujar Hakim Djuyamto saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (20/6).
“Menjatuhkan, pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan,” ujar Djuyamto.
Hal yang memberatkan vonis Muara Perangin Angin yakni, karena perbuatannya tidak mendukung pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi.
Sedangkan hal yang pernah meringankan yakni, Muara Perangin Angin belum dipidana, berterus terang, dan kooperatif selama persidangan. Muara Perangin Angin juga dianggap mengakui kesalahan serta menyesali perbuatannya.
Vonis yang akan diambil hakim sama dengan penuntut penuntut umum KPK. Jaksa KPK menuntut Muara Perangin Angin 2 tahun 6 bulan penjara denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa KPK menyakini Muara terbukti secara sah dan mendukung menyuap Terbit Rencana Perangin Angin.
“Terdakwa Muara Perangin Angin telah terbukti sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata jaksa saat membacakan amar, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/6).
“Menjatuhkan pidana terhadap kejahatan berupa pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dikurangi jika disimpan dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 200 juta dan subsider selama 4 bulan kurungan,” ujar jaksa.
Jaksa yakin Muara memberi suap senilai Rp 572 juta kepada Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin demi mendapat paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkat dan Disdik Langkat.
Jaksa mengatakan Muara memberikan Rp 572 juta ke Terbit. Uang tersebut diberikan agar perusahaan Muara, yakni CV Nizhami, CV Balyan Teknik, dan CV Sasaki, mendapatkan proyek di Langkat. Muara juga disebut menggunakan perusahaan lain sebagai perusahaan kredit guna mendapatkan proyek.
Muara menilai pelanggaran Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (sumber-Merdeka.com)