News24xx.com – Siapa tak kenal dengan Pablo Escobar, pemimpin kartel narkoba terbesar dari Amerika Selatan. Pablo Escobar menguasai 80 persen pedagangan kokain dunia.
Bisnis barang terlarang itu bahkan menjadikannya sebagai orang terkaya sedunia selama tujuh tahun berturut-turut. Kisah dan drama kehidupannya, membuat Pablo Escobar menjadi sosok yang tersohor bahkan setelah hampir tiga dekade kematiannya pada tahun 1993.
Citra buruk melekat kepadanya karena aksi yang dilakukan dan bisnis terlarang yang dijalankannya. Akan tetapi, tak sedikit juga warga kecil yang pernah disumbangnya melihatnya sebagai sosok pahlawan. Kisah hidup pemimpin Kartel Madellin dari Kolombia itu tersohor sampai ke pelosok.
Tak hanya cerita soal penyelundupan kokain sampai perang antar kartel, tetapi juga kisah cintanya dengan sejumlah wanita. Salah satunya yang paling disorot adalah kisah cintanya dengan Virginia Vallejo.
Dilansir dari birminghammail.co.uk, pada tahun 1983-1987, Escobar menjalin hubungan perselingkuhan dengan jurnalis dan pembawa berita, Virginia Vallejo, di saat ia masih memiliki istri, Maria Victoria Henao dan dua anak. Dalam satu sesi wawancara tahun 1983, Pablo jatuh hati kepada Virginia.
Begitu pula Virginia yang terkesima dengan sosok Pablo. Virginia adalah seorang jurnalis dan pembawa berita asal Kolombia. Ia lahir pada tanggal 26 Agustus 1949 di Hacienda Morelia, dekat Cartago. Virginia adalah putri dari Juan Vallejo Jaramillo dan Mary Garcia Rivera.
Kakeknya adalah Eduardo Vallejo Varela, dulu Menteri Keuangan Kolombia tahun 1930 silam.
Berawal dari wawancara itu, Pablo dan Virginia kemudian menjalin hubungan selama lebih dari empat tahun, dari tahun 1983. Dari situ, kisah kasih perjalanan mereka dimulai. Hubungan asmara yang bahagia yang ternyata juga membawa banyak petaka di kehidupan Virginia.
Dalam buku yang ditulis Virginia berjudul ‘Amando a Pablo, Odiando a Escobar’ atau ‘Loving Pablo, Hating Escobar’, ia menceritakan betapa keras kehidupan percintaanya dengan bos kartel tersebut.
Buku itu ditulis dalam tiga bagian, menggambarkan lima tahun hubungan asmara mereka yang penuh intrik dan drama.
“Dengan Pablo, aku kehilangan akal sehatku. Bersamaku, dia kehilangan akal. Yang tersisa hanyalah seorang pria yang diburu untuk diadili, dan seorang wanita yang dikejar-kejar media yang tahu kita saling menjaga dan membutuhkan, di luar rasa sakit karena ketidakhadirannya, kejahatan dan dosa-dosanya,” tulis Virginia dalam bukunya.
Selama perselingkuhan singkat itu, Virginia menyaksikan banyak pertumpahan darah terjadi dan korupsi yang merajalela dalam penguasaan bos kartel tersebut.
Obat-obatan terlarang, seks, dan kekerasan, Virginia menyaksikan kekasihnya berubah dari politisi yang dicintai rakyat miskin, menjadi seorang buronan yang paranoid dan putus asa. Bahkan, saat akhir masa hidupnya pada 2 Desember 1993, sang bos kartel itu tumbang dihujani peluru oleh musuhnya.
Kejadian itu menjadi akhir dari kisah cinta Virginia Vallejo dengan Pablo Escobar. Skandal dan pertumpahan darah Selama setahun bersama, hubungan Vallejo dan Escobar mulai merenggang. Vallejo menemukan banyak fakta yang menyedihkan dari sang bos kartel.
Dilansir dari dailymail.co.uk, ia bahkan mengetahui bagaimana Escobar membalas pacar sebelumnya yang hamil oleh pria lain. Escobar mengirim empat orang untuk menangkap wanita itu dan menyeretnya ke dokter hewan untuk diaborsi paksa.
“Itu adalah kisah horor. Kami tak pernah membicarakannya tetapi saya tidak melihatnya setelah itu. Saya sangat takut. Ketika seseorang melakukan hal mengerikan itu ke orang lain, cepat atau lambat, mereka akan melakukannya kepada anda,” kata Vallejo.
Suatu waktu, sekembalinya Vallejo dari perjalanan ke Eropa, ia dirayu oleh pimpinan kartel saingan Maddelin, Cali. Ia mendapat ancaman pembunuhan itu dari mesin penjawab teleponnya. Sampai akhirnya ia harus berakhir di tempat persembunyian Escobar, saat Escobar memperkosa dan Vallejo mengemis untuk nyawanya. Vallejo pun enggan mendiskusikan insiden ini.
Namun, di dalam bukunya, ia menggambarkan saat Escobar mulai panas setelah foto dirinya memuat 7,5 ton kokain ke dalam sebuah pesawat di Nicaragua.
“Kamu terlihat mengerikan. Syukurlah aku tak akan pernah bertemu dengamu lagi. Mulai sekarang kau hanya gadis kecil dan pelacur untukku,” kata Escobar kepadanya.
Pada waktu itu, Escobar sedang melawan Pemerintah Kolombia dalam kampanyenya mencegah ekstradisi ke Amerika Serikat. Pasukannya memburu hakim, polisi, politisi bahkan calon presiden di mana ia melakukan pengeboman terhadap sebuah pesawat, Avianca Flight 203 pada tahun 1989 dan menewaskan 107 orang di dalamnya. Ia bahkan membayar pemberontak untuk menyerbu Mahkamah Agung pada tahun 1985.
Selama serangan dua hari di sana, tentara membebaskan gedung mahkamah, tetapi puluhan sandera tewas dan catatan kriminal penting termasuk milik Escobar telah dihancurkan. “Dia khawatir akan masuk penjara di Amerika Serikat dan tak pernah keluar.
Sementara di Kolombia, mereka bisa hidup layaknya di rumah dengan narkoba, pelacur, miras, senjata, makanan enak dan keluarga,” ungkap Vallejo di balik alasan Escobar sangat menentang ekstradisi.
Jadi buronan dengan hadiah 25 juta dollar AS, Escobar semakin paranoid dan mengancam Vallejo untuk bungkam. “Jika kamu membuka mulutmu, kamu mati, cintaku,” kata Escobar berbisik kepada Vallejo.
Ini adalah hidupku Sepekan setelah kematian Escobar, Vallejo menghubungi pihak berwenang di luar negeri. Ia menyatakan perasaannya setelah mendengar kekasihnya itu ditembak.
Ia menceritakan hubungan mereka yang saling mencintai berubah setelah bisnis kartel itu membawa banyak pertumpahan darah dan merusak semuanya.
“Perasaan saya campur aduk ketika seluruh negeri merayakan kematian Escobar. Bahkan Bill Clinton memberikan selamat kepada pemerintah. Saya ingat bagaimana hubungan kami dimulai dari dua orang tak berdosa yang saling mencintai, sebelum bisnisnya menjadi pertumpahan darah dan merusak semua,” ujar Vallejo.
Setelah kematian Escobar, Vallejo tetap melanjutkan hidupnya dengan beban masa lalu yang terus menghantuinya.
Pada Juli 2006, ia diberi suaka politik di Amerika Serikat setelah menuturkan hubungannya dengan Escobar, antar kartel dan politisi. Ia tak merindukan apa-apa di Kolombia, hanya sajian sup, hidangan ayam dan kentang dan kenangan kehidupannya sebagai kekasih seorang gangster. “Ini adalah hidupku. Saya harus menerima hidup saya berbeda dengan kebanyakan orang,” kata Vallejo.