Enam bulan terakhir atau sejak Januari hingga akhir Juni 2022, Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh menghukum mati dan memperkuat hukuman mati terhadap 17 terdakwa perkara tindak pidana khusus (Pidsus) narkoba.
Koordinator Humas PT Banda Aceh Taqwaddin Husin, menyebut dari 17 perkara yang masuk ke tingkat pengadilan banding itu, mayoritas berasal dari Pengadilan Negeri (PN) Jantho, Aceh Besar, yang mencapai 8 perkara. “Disusul perkara yang masuk dari PN Banda Aceh dan PN Idi, Aceh Timur, masing-masing 3 perkara dan dari PN Meulaboh, Aceh Barat, 2 perkara,” katanya, Kamis (14/7).
Dia mengatakan di tingkat PN tak semua perkara diputuskan dengan hukuman mati. Ada tiga perkara yang terdakwanya divonis dengan hukuman seumur hidup. Lalu, jaksa mengajukan banding.
Setelah berkas perkara dan putusan PN tersebut ditelaah dan disidang oleh majelis hakim PT Banda Aceh, putusan pengadilan tinggi pertama ditolak atau dibatalkan. Hakim PT Banda Aceh justru menghukum terdakwa dengan hukuman yang lebih tinggi, yakni hukuman mati.
“Putusan hukuman seumur hidup ke hukuman mati ini dialami oleh dua tervonis oleh PN Idi dan dua tervonis oleh PN Jantho,” ujarnya.
Selain itu, ada dua terdakwa dari PN Jantho yang divonis majelis hakim dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp5 miliar, lalu divonis dengan hukuman mati oleh majelis hakim PT Banda Aceh setelah jaksa penuntut umum mengajukan banding.
“Selebihnya adalah perkara-perkara narkoba yang terdakwanya sudah divonis hukuman mati oleh pengadilan tingkat pertama (PN), lalu diperkuat dengan putusan yang sama oleh majelis hakim di tingkat pengadilan banding (PT Banda Aceh),” jelasnya.
Terkait banyaknya putusan hukuman mati oleh PT Banda Aceh terhadap terdakwa bandar dan pengedar narkoba tersebut, Taqwaddin menyatakan hal itu mengindikasikan betapa maraknya peredaran narkoba di Aceh.
“Padahal ini baru semester I sudah 17 perkara yang terdakwanya dihukum mati, nanti hingga Desember 2022 tentu bisa bertambah lagi,” pungkasnya. (sumber-Merdeka.com)