Eks bupati Kuansing, Andi Putra dijatuhi hukuman pidana penjara 5 tahun 7 bulan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (27/7). Vonis yang terima Andi lebih rendah dari tuntutan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam putusan, Hakim ketua, Dahlan menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 Huruf A Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Andi Putra tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Sebagaimana dakwaan alternatif kesatu,”ujar Dahlan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru melansir dari Cakaplah, Rabu (27/7).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 7 bulan,” tegas hakim.
Andi Putra yang mengikuti persidangan secara video confrence dari Rutan Kelas I Pekanbaru juga dibebankan membayar denda Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 4 bulan.
Masih dalam amar putusannya, terkait sejumlah barang bukti, hakim menetapkan ada yang dikembalikan kepada terdakwa Andi Putra, tetap terlampir dalam berkas perkara, dikembalikan kepada terdakwa Andi Putra, tetap terlampir dalam berkas perkara, dikembalikan kepada PT AA, dirampas untuk negara, dan dikembalikan kepada yang berhak.
Dalam pertimbangannya, hakim tak sependapat soal uang Rp500 juta yang diterima Andi Putra dan sempat diakui sebagai pinjaman. Hakim menyatakan uang adalah hadiah atau janji dari PT AA yang diberikan kepada Andi Putra. Dengan maksud agar Andi Putra memberikan rekomendasi persetujuan kebun plasma.
Hakim menyatakan, juga tidak sependapat dengan ahli yang dihadirkan pihak terdakwa. Hakim juga menolak pembelaan dari penasihat hukum terdakwa. Terhadap Andi Putra, majelis hakim tak membebankan keharusan membayar kerugian keuangan negara. Hakim menilai, perbuatan Andi tak menyebabkan kerugian keuangan negara.
Hakim juga tak menjatuhkan hukuman pidana tambahan, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, sebagaimana tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas putusan ini, terdakwa bersama tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir selama 7 hari ke depan untuk menentukan sikap. Apakah menerima atau mengajukan upaya banding. Begitu pula, JPU KPK menyatakan pikir-pikir.