Mantan gubernur Riau, Annas Maamun divonis pidana penjara selama 1 tahun oleh majelis hakim. Hukuman itu lebih rendah dari tuntunan JPU, meski dinyatakan bersalah melakukan suap dalam pengesahan RAPBDP Provinsi Riau 2014 dan RAPBD 2015.
Demikian putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang digelar, Kamis (28/7). Sidang beragendakan pembacaan amar putusan dipimpin hakim, Dahlan. Di ruang sidang terdapat JPU dari KPK dan penasihat terdakwa. Sedangkan, Annas Maamun mengikuti sidang lewat video conference dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Dalam amar putusan, Dahlan menyatakan, terdakwa melanggar Pasal 5 Huruf A Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Annas Maamun dengan pidana penjara selama 2 tahun,”tegas Dahlan melansir dari Cakaplah.
Hukuman tersebut, kata hakim, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa. Kemudian, Annas juga dihukum membayar denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.
Atas vonis ringan itu, Annas Maamun langsung menerimanya. Berbeda halnya dengan JPU KPK, Yoga Pratomo yang menyatakan pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim
Sebelumnya, JPU KPK menuntut mantan Gubernur Riau dengan pidana penjara selama 2 tahun. Tak hanya itu saja, yang bersangkutan juga dibebankan membayar denda Rp150 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya membeberkan pemberian hadiah atau janji dilakukan Annas Maamun sebagai Gubernur Riau periode 2009-2014 bersama Wan Amir Firdaus selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Riau.
Uang yang dijanjikan untuk anggota DPRD Riau dalam pembahasan RAPBD 2014 dan RAPBD 2015 sebesar Rp1.010.000.000.
“Juga dijanjikan fasilitas pinjam pakai kendaraan yang nantinya bisa dimiliki anggota DPRD Provinsi Riau,”ungkap JPU.
Janji tersebut diberikan kepada Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009 – 2014, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai dengan 2014.
Pemberian itu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut mengesahkan RAPBD-P 2014 menjadi APBD 2014 dan RAPBD-P 2015 menjadi APBD 2015 sebelum diganti oleh anggota DPRD Riau hasil Pemilu Legislatif 2014.
Tindakan itu bertentangan dengan kewajiban Johar Firdaus, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita dan Solihin sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Disebutkan juga setiap penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (1) juncto Pasal 129 juncto Pasal 122 ayat (3) Peraturan DPRD Provinsi Riau Nomor 07 Tahun 2013 tentang Perubahan atas peraturan DPRD Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Riau.
Lanjut JPU, tindakan berawal pada 12 Juni 2014, terdakwa selaku Gubernur Riau mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 050/Bappeda/08.09.
Selanjutnya pada 24 Juli 2014, terdakwa mengirimkan juga Rancangan KUA dan PPAS untuk RAPBD Perubahan Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 050/Bappeda/61.12 perihal Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS RAPBD P Tahun 2014.
Sebelum terdakwa mengirimkan Rancangan KUA dan PPAS untuk APBD Perubahan Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Riau, pada Juli 2014 telah dilakukan rapat konsultasi antara terdakwa bersama SKPD dengan Pimpinan, Ketua-Ketua Fraksi dan Komisi DPRD Provinsi Riau.
Ketika itu terdakwa menyampaikan keinginannya agar RAPBD P TA 2014 dan RAPBD TA 2015 dibahas dan disahkan oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 – 2014. Terdakwa juga menyampaikan bahwa terkait pinjam pakai mobil anggota DPRD Provinsi Riau disetujui untuk diperpanjang selama 2 tahun.
Nantinya pada saat lelang akan diprioritaskan untuk bisa dimiliki oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 – 2014 yang berakhir masa jabatannya tanggal 6 September 2014. Atas keinginan terdakwa tersebut, Johar Firdaus menyetujui akan membahas RAPBDP TA 2014 dan RAPBD TA 2015 dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar).
Berlanjut pada 8 Agustus 2014, Banggar DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mulai melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD P Tahun 2014.
Dalam pembahasan tersebut Banggar DPRD mempertanyakan beberapa hal diantaranya tentang penyerapan anggaran yang hanya sekitar 12 persen dari total anggaran.
Selain itu, usulan terdakwa tentang perubahan Peraturan Daerah terkait Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Provinsi Riau yang mengubah susunan organisasi badan-badan dan dinas-dinas yang berada di Pemerintah Provinsi Riau yang salah satunya adalah memecah anggaran Dinas Pekerjaan Umum menjadi 2 bagian masing-masing untuk Anggaran Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina Marga.
Mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni dari semula dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum kemudian diubah menjadi dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD). Oleh karena dalam pembahasan tersebut tidak ada titik temu antara Tim Banggar dan TAPD, kemudian rapat diskor.
Selanjutnya Johar Firdaus meminta agar dilakukan pertemuan tertutup yang bertempat di ruang Komisi B yang hanya dihadiri anggota Banggar. Untuk itu Suparman mengusulkan pembentukan Tim Informal sebagai penghubung antara DPRD dengan terdakwa.
Tim itu beranggotakan Suparman, Zukri alias Zukri Misran, Koko Iskandar, dan Hazmi Setiadi. Selain itu Suparman menginformasikan mengenai tawaran dari terdakwa untuk memperoleh pinjaman kendaraan yang nantinya pada masa akhir jabatan anggota DPRD, kendaraan tersebut akan dilelang dan diprioritaskan untuk anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 – 2014.
Hal tersebut disetujui oleh sebagian anggota Banggar. Sekitar atau 3 hari setelah pembentukan Tim Informal/Komunikasi, Suparman menyampaikan kepada Johar Firdaus, Riky Hariansyah, dan Zukri Misran bahwa dirinya telah bertemu dengan terdakwa.
Suparman juga menyampaikan tawaran pemberian uang sebesar antara Rp50 juta Rp60 juta untuk 40 anggota dewan tertentu yang akan ditentukan oleh terdakwa.
Pemberian itu diistilahkan Suparman dengan istilah “50 sampai dengan 60 hektar” dan mengenai peminjaman mobil pada prinsipnya tetap akan diberikan kepada para anggota dewan.
Dengan adanya janji tersebut, selanjutnya pada 19 Agustus 2014, DPRD Provinsi Riau memberi persetujuan terhadap RAPBD-P TA 2014 dengan ditandatanganinya persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah APBDP Provinsi Riau Tahun Anggaran 2014 Nomor: 16/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor: 54/NPB/VIII/2014.
Pada tanggal 21 Agustus 2014, Tim Banggar DPRD dan TAPD mulai melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD TA 2015. Kemudian dilakukan rapat kembali pada 25 Agustus 2014 antara Banggar DPRD dengan Komisi-Komisi DPRD dalam rangka penyampaian hasil pembahasan Komisi dengan Mitra Kerja tentang KUA dan PPAS Provinsi Riau TA 2015.
Kesimpulan rapat antara lain Pemerintah Provinsi Riau diminta untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS yang telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan SOTK yang baru paling lambat Selasa tanggal 26 Agustus 2014. Lalu, Pimpinan DPRD menyurati terdakwa selaku Gubernur Riau untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS RAPBD TA 2015 yang telah disesuaikan.
Pada 30 Agustus 2014, terdakwa menerima laporan dari Suparman melalui telepon yang intinya bahwa RAPBD TA 2015 tidak ada masalah. Padahal saat itu jelas bahwa koreksi buku KUA – PPAS TA 2015 belum diterima oleh DPRD Provinsi Riau dan belum dilakukan pembahasan.
Kemudian dilakukan pertemuan di rumah dinas Gubernur Riau pada 1 September 2014. Hadir Zaini Ismail selaku Sekretaris Daerah, Wan Amir Firdaus, M Yafis selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Said Saqlul Amri selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Suwarno selaku Kepala Sub Bagian Anggaran.
Dari legislatif hadir Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 2009-2014 dan anggota DPRD, Riky Hariansyah. Di sana dibicarakan tentang pembahasan APBD dari TAPD Provinsi Riau kepada terdakwa serta hal-hal yang nantinya akan dihadapi dalam pembahasan dengan DPRD terkait RAPBD TA. 2015 yang belum disetujui oleh DPRD Provinsi Riau.
Agar dilakukan pengesahan APBD, saat itu terdakwa melalui Wan Amir Firdaus memerintahkan kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau untuk mengumpulkan uang. Selanjutnya uang itu diserahkan kepada terdakwa melalui Wan Amir Firdaus dan Suwarno.
Sekira pukul 18.00 WIB, Wan Amir Firdaus menyerahkan 1 tas ransel warna hitam dan 2 tas kertas warna hijau yang berisikan uang sejumlah Rp1.010.000.000 kepada Suwarno.
Setelah itu Suwarno mendapat telepon dari Amad Kirjuhari, dan meminta bertemu di tempat parkir di bawah kantor Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
Di tempat parkir, Suwarno yang ditemani Burhanuddin lalu meletakkan 1 tas ransel dan 2 buah tas kertas warna hijau yang berisi uang tke dalam mobil Toyota Yaris warna silver nomor polisi BM-1391-PC yang dikendarai Ahmad Kirjuhari.
Pada t4 September 2014, RAPBD TA 2015 disahkan menjadi Perda APBD TA 2015 dengan ditandatanganinya Persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 Nomor : 21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor : 63/NPB/IX/2014.
Pada 8 September 2014 sekira pukul 16.00 WIB, di Hotel Raudah, Johar Firdaus memberitahukan Riky Hariansyah agar mengajak Ahmad Kirjuhari datang ke Kafe Lick Latte di Jalan Arifin Achmad.
Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari menuju kafe tersebut. Sebelum sampai mereka singgah ke rumah makan pempek di Jalan Sumatera Pekanbaru. Di sana, Ahmad Kirjuhari menceritakan kalau dirinya telah menerima uang sebesar Rp900 juta dari terdakwa.
Kemudian, Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari membuat catatan tentang pembagian uang. Rinciannya Riky dan Ahmad Kirjuhari mendapat Rp199 juta, Johar Firdaus Rp135 juta dan sisanya Rp575 juta dibagi secara proporsional kepada 17 orang lainnya berdasarkan jabatan anggota di DPRD Provinsi Riau hingga masing-masing dapat sekitar Rp30 juta sampai Rp40 juta.
Tidak lama Kemudian, Johar Firdaus menelepon dan meminta keduanya segera ke Kafe Lick Latte. Setelah sampai, Johar menanyakan uang pembagian untuk dirinya.
Riky Hariansyah memperlihatkan catatan yang dibuat untuk 20 orang. Namun Johar Firdaus meminta bagian Rp200 juta tapi karena uang tak cukup akhirnya Johar Firdaus menerima Rp155 juta.
Selanjutnya uang bagian Johar Firdaus diserahkan oleh Riky Hariansyah di rumah Johar Firdaus di Komplek Pemda Arengka Pekanbaru. Sementara bagian Riky untuk sementara diberikan oleh Ahmad Kirjuhari sebesar Rp50 juta.
Pada hari Senin tanggal 9 September 2014, dalam acara peninjauan lokasi kantor Pokja Pemekaran Provinsi Riau Pesisir di Kantor Gardu Partai Gerindra yang beralamat di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru. Lalu Ahmad Kirjuhari menyerahkan uang Rp30 juta yang dimasukkan dalam amplop kepada Solihun Dahlan.
Pada 10 September 2014, Ahamd Kirjuhari menyerahkan uang Rp20 juta dari terdakwa kepada Riky Hariansyah dan meminta agar diserahkan kepada Gumpita dan Ilyas Labai. Uang diserahkan satu hari kemudian, masing-masing mendapat Rp10 juta.
Terdakwa bersama Wan Amir Firdaus mengetahui atau patut menduga perbuatannya memberi uang Rp1.010.000.000 yang diserahkan kepada Johar Firdaus dam anggota DPRD 2009-2014 bertentangan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara.
JPU mendakwa Annas Maamun dengan dakwaan Pertama Pasal 5 ayat (1) dan (2) atau Kedua: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.