Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo disidang marathon terkait dugaan pelanggaran etik dalam kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat berakhir pekan lalu. Hasil sidang memutuskan Ferdy Sambo terbukti melakukan pelanggaran etik dan dipecat tak hormat sebagai anggota Polri.
Sejumlah fakta terungkap dalam sidang tertutup berlangsung sekitar 17 jam terhitung sejak Kamis (25/8) pagi hingga Jumat (26/8) dini hari itu. Hal itu diungkapkan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim.
Yusuf bersama komisioner lainnya Pudji Hartanto Iskandar dan Kepala Sekretariat Musa Tampubolon merupakan perwakilan Kompolnas selaku pengawas eksternal persidangan tersebut. Yusuf mengatakan bahwa sidang itu sempat berlangsung tegang.
Sidang Berjalan Tegang
Ketegangan itu terjadi secara umum takala lima jenderal polisi yang memimpin sidang mencecar ke-15 saksi yang hadir dalam menggali serta menyinkronkan seluruh keterangan untuk pembuktian pelanggaran.
Kelima jenderal yang menjadi hakim itu di antaranya; Ketua Hakim Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri; Wakil Ketua Sidang Etik Kepala Stik Irjen Yazid Fanani; Wakil Ketua Sidang Etik Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Herry Rudolf Nahak; Anggota Sidang Etik Kadiv Propam Irjen Syahar Diantono; Anggota Sidang Etik Wairwasum Irjen Eky Hari Festyanto; Anggota Sidang Etik Irjen Rudolf Alberth Rodja.
“Saat tegang itu, saat menyinkronkan keterangan saksi satu dengan yang lain, jadi hakim kan mengejar,” kata Yusuf saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (27/8).
Hakim Bentak Saksi Bicara Berbelit
Yusuf menceritakan, dari ke-15 saksi yang hadir dalam pemeriksaan, terbagi menjadi tiga klaster. Pertama, saksi yang ditempatkan khusus di Mako Brimob Yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, dan Kombes Budhi Herdi.
Kemudian saksi dari tempat khusus Provos Polri yakni AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.
Lalu para anggota polisi yang ditempatkan khusus Bareskrim. Mulai dari Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Bharada Richard Eliezer. Sementara Dua saksi lainnya berada di luar tempat khusus mereka adalah HM dan MB.
Dari ke-15 saksi itu secara umum, Yusuf mengungkapkan tak jarang para hakim saling bergantian mencecar saksi agar memberikan kesaksian yang jujur dan jelas. Karena, kelima hakim sangat detail dalam mempertanyakan setiap kesaksian para saksi.
“Supaya tidak ada perbedaan, jangan berbelit belit itu ada tangganya ‘Kamu bicara yang jujur, bicara yang jelas jangan berbelit’ nah itu tegang,” kata Yusuf sambil tirukan ucapan hakim secara umum.
Air Mata Penyesalan Saksi
Yusuf menambahkan, suasana sidang juga penuh derai air mata. Yusuf menyaksikan, para saksi tak jarang meneteskan air mata ketika diperiksa hakim sidang etik.
Merasa menyesal karena kejadian baku tembak pada awalnya hanyalah skenario Ferdy Sambo untuk menutupi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
“Ya yang di antara para saksi lah banyak yang menangis. Karena dalam perjalanan apa yang diskenariokan Pak Sambo itu tidak benar sebagaimana faktanya. Ya tidak tahu, barangkali ada perasaan kecewa menyesal, iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu,” bebernya.
Ferdy Sambo Tak Menangis
Namun raut wajah berbeda nampak berbeda ditunjukan Ferdy Sambo. Menurut Yusuf, jenderal polisi bintang dua itu tak meneteskan air mata. Ferdy Sambo hanya terlihat ada rasa bersalah atas perintah skenario baku tembak yang gagal.
“Pak sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah. Tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak sambo tidak menangis di sidang,” ucap dia.
Ferdy Sambo Tak Bantah Keterangan Saksi
Menurut Yusuf, Ferdy Sambo juga tidak membantah setiap keterangan saksi berkaitan dengan perintah yang diberikannya untuk membangun skenario pembunuhan Brigadir J.
“Secara umum terduga pelanggar Irjen Pol Ferdy Sambo tidak membantah keterangan saksi, karena pasal yang dipersangkakan itu kan untuk memerintahkan itu paling utama. Dan membuat skenario itu bertentangan dengan etika kepribadian yang wajib dituntut untuk jujur,” ujar dia.
“Mengemukakan fakta yang sesungguhnya, yang terjadi dalam peristiwa 8 juli di rumah dinas itu. Nah itulah yang dicari dari keterangan saksi atas apa yang dilihat dan dialami apa yang dilakukan pak Ferdy Sambo,” tambahnya.
Ferdy Sambo Kukuh Pelecehan jadi Motif Pembunuhan Brigadir J
Yusuf juga menceritakan pengakuan Ferdy Sambo bahwa motif memerintahkan melakukan pembunuhan berencana hingga membuat skenario kematian Brigadir J, karena tindakan pelecehan yang dialami istrinya, Putri Candrawathi.
“Sementara motif tidak berubah, sebagaimana yang telah dia dikemukakan dari sejak awal terkait dengan menodai harkat martabat, tidak jauh-jauh terkait dengan adanya laporan polisi pelecehan itu yang sudah dihentikan,” tutur Yusuf.
“Jadi dalam bahasa Pak Mahfud Ketua Kompolnas, ya masih tidak berubah terkait motif dewasa itu,” tambah dia.
Meski begitu, kata Yusuf, Ferdy Sambo tetap konsisten atas keterangan tersebut. Namun terkait motif juga ada kemungkinan bisa berubah seiring kerja dari Tim Khusus maupun Inspektorat Khusus yang masih melakukan pemeriksaan terhadap para saksi.
“Iya, masih konsisten. Tapi bagaimana dalam perkembangannya masih mungkin ada perubahan. Apalagi ibu putri sudah diperiksa bareskrim kemarin. Jadinya seperti apa nantinya akan diperiksa lagi,” sebutnya.
Termasuk, Yusuf juga memandang terkait motif itu juga bisa kembali berkembang ketika berkas perkara nantinya dilimpahkan Ke Kejaksaan yang dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) bakal memberikan catatan-catatan dalam pembuktiannya.
“Sementara ini kami memantau menilai motif yang digembar gemborkan Pak Ferdy terkait harkat dan martabat keluarga itulah yang membuat yang bersangkutan marah sehingga melakukan pembunuhan terhadap brigadir J. Ya itu sementara belum ada perubahan,” tuturnya.
Keputusan Hakim
Hingga akhirnya dari serangkaian sidang itu majelis hakim memutuskan pemberian sanksi administratif PTDH kepada Ferdy Sambo. Menurut Yusuf, sanksi itu telah sesuai dengan aspek materiil kode etik terkait pasal-pasal dipersangkakan.
Pertama dikatakan Yusuf, peraturan yang melandasi untuk menyangkakan Ferdy Sambo PP nomor 1 tahun 2003. Dalam pasal 13 dijelaskan ada tiga penyebab anggota Polri dapat diberhentikan tidak hormat.
“Satu apabila melakukan tindak pidana. Kedua melakukan pelanggaran, disiplin dan pelanggaran kode etik, dan didalamnya termasuk melanggar sumpah janji dan jabatan. Dan yang ketiga apabila meninggalkan tugas dan lainnya,” tambah dia. (sumber-Merdeka.com)