Usai kejadian penembakan Brigadri J, Sambo emerintahkan ART untuk membersihkan darah korban yang bercecer di lantai. Kapolres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) terungkap sempat memergoki salah seorang asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo menyiram darah yang berceceran di rumah dinas Sambo saat proses olah TKP.
Dilansir dari detikX, tindakan itu terungkap dari kesaksian Sambo dkk dalam sidang pelanggaran kode etik Polri di gedung TCCN, Jakarta, Kamis (25/8/). Dari situ juga kemudian terungkap siasat Sambo merekayasa kejadian pembunuhan Brigadir J, serta menutupi sejumlah fakta sehingga tampak seolah-olah terjadi baku tembak.
Diketahui sejak kejadian penembakan pada 8/7) ada jeda beberapa hari sampai rilis pers terkait kasus tersebut diselenggarakan pada Senin (11/7). Dalam sidang etik akhirnya terungkap cerita utuh dari proses awal penanganan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di kepolisian.
Menurut keterangan para saksi dalam sidang kode etik, setelah membunuh Brigadir Yosua pada Jumat (8/7) sekitar pukul 17.30 WIB, Sambo segera Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit sebagai orang pertama yang hadir di TKP.
Kepada Ridwan, Sambo lalu menceritakan peristiwa itu dengan alur yang telah direkayasa. Dia mengatakan telah terjadi baku tembak antara dua ajudannya, yaitu yaitu Brigadir Yosua dan Baharada Richard Eliezer. Sambo kemudian memerintahkan Ridwan beserta anak buahnya untuk melakukan olah TKP secara senyap. “Tidak usah ramai-ramai karena akan mengundang perhatian masyarakat,” kata Sambo sebagaimana diceritakan ulang Ridwan dalam sidang kode etik pada Jumat (26/8).
Saat Ridwan beserta tim tengah melakukan olah TKP, sejumlah kolega Sambo dari kepolisian turut hadir. Mereka adalah Karo Provos Brigjen Benny Ali, Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.
Kemudian, secara khusus Sambo memerintahkan kepada Benny dan Hendra agar penanganan kasus ini ditangani oleh tim Provos Mabes Polri saja. Sambo menatakan kasus tersebut perlu ditangani oleh tim Provos terlebih dahulu karena melibatkan dua anggota kepolisian.
Atas arahan tersebut, Beeny kemudian meminta penyidik untuk menyerahkan seluruh barang bukti dan saksi kepada tim Provos. Sejumlah barang bukti yang terdiri dari 10 selongsong peluru, 3 proyektil, 4 serpihan peluru, 1 pucuk senjata HS-9, 9 peluru HS-9, 1 pucuk senjata Glock-17, dan 12 peluru Glock-17 akhirnya dibawa oleh tim Provos ke kantor Provos.
Ketiga saksi lainnya yang berada di TKP ikut ditangani oleh tim Provos, mereka adalah Kuat Ma’ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer. Selanjutnya, mereka diperiksa oleh anggota Biro Paminal di bawah Brigjen Hendra Kurniawan.
“(Barang bukti) tidak dibuatkan berita acara serah terima antara penyidik ke anggota Provos di Propam Polri,” tutur Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri selaku Ketua Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang menyidangkan Sambo hari itu.
Pada sekitar pukul 19.15-19.30 WIB setelah proses olah TKP selesai, sebuah ambulans tiba di rumah Ferdy Sambo untuk mengangkut jenazah Brigadir Yosua ke RS Kramat Jati, Jakarta Timur. Ambulance itu datang atas permintaan dari Gakkum Roprovos Divpropam Kombes Susanto.
Saat dimintai keterangan dalam sidang etik terhadap Ferdy Sambo yang digelar pada Jumat (26/8) lalu, Susanto menyebut hal itu dilakukan atas perintah dari Sambo. Dia juga mengaku diperintah Sambo untuk mengawal jenazah Brigadir Yosua ke RS Kramat Jati.
Ketika jenazah Brigadir J diangkut, tiba-tiba seorang ART di rumah dinas Sambo menyiram darah yang ada di TKP dengan seember air. Saat ditanyai oleh Kombes Budhi Herdi, ART tersebut mengaku dirinya diperintah Sambo untuk menyiram darah di TKP tersebut. “Perintah Bapak (Ferdy Sambo),” tutur ART itu kepada Budhi. (sumber-Detik.com)