Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bersikukuh menghabisi nyawa ajudannya tersebut karena telah melakukan tindakan pelecehan terhadap istrinya, Putri Candrawathi.
Namun, dari 74 reka ulang atau rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J beberapa hari lalu tak terungkap pelecehan atau tindakan merendahkan martabat Putri Candrawathi. Padahal adegan tersebut krusial karena hal itu yang diakui Ferdy Sambo menyulut kemarahannya.
Dalam suratnya, Ferdy Sambo menyampaikan kejadian yang menewaskan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, merupakan bentuk untuk menjaga harkat dan martabat keluarganya yang harus dijaga sebagai kepala keluarga.
“Saya adalah kepala keluarga dan murni niat saya untuk menjaga dan melindungi marwah dan kehormatan keluarga yang sangat saya cintai,” kata Ferdy Sambo dalam suratnya, Kamis (11/8).
Kejadian Magelang
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan Putri Candrawathi menceritakan peristiwa di Magelang kepada Ferdy Sambo. Peristiwa itulah yang disebut-sebut merendahkan martabat.
Peristiwa itu terekam saat rekonstruksi dalam adegan Ferdy Sambo memeluk dan mencium Putri Candrawathi di sofa lantai tiga rumah pribadi di jalan Saguling, Jakarta Selatan.
“Ya ngobrol, artinya kan Bu putri menceritakan kejadiannya, apa yang di Magelang itu dianggap merendahkan harkat dan martabat,” kata Beka kepada wartawan, Rabu (31/8).
Lantas usai perbincangan antara Sambo dengan Putri ketika Jumat (8/7) sebagaimana gambaran dalam rekonstruksi. Masuklah, adegan perencanaan pembunuhan berencana ketika Sambo memanggil Bharada E, Bripka RR, dan KM secara satu-persatu.
Proses perencanaan itu terjadi pada hari itu usai Sambo mendengar kejadian dialami Putri di Magelang yang diduga dilakukan Brigadir J. Alhasil, proses perencanaan pembunuhan itu terjadi pada hari yang sama. “Kalau sudah lama (rencana pembunuhan disiapkan), enggak lah,” terang Beka.
Keterangan Putri Candrawathi Berubah-ubah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibantu Komnas Perempuan mengaku sudah dua kali memeriksa Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, terkait pembunuhan berencana Brigadir J. Selama dua kali pemeriksaan, Putri dinilai menyampaikan keterangan berubah-ubah.
“PC kami sudah dua kali meminta keterangan dan dibantu Komnas Perempuan,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, kepada wartawan, Rabu (31/8).
Dia mengatakan, sekecil apapun perubahan keterangan disampaikan para tersangka saat menjalani pemeriksaan, akan menjadi catatan Komnas HAM. Namun apakah kemudian perubahan keterangan yang dilakukan sebagai tindakan penghalangan keadilan (Obstruction of justice), masih perlu didalami.
“Saya kira ini dinamika ini perubahan-perubahan ini sudah menjadi catatan bagi Komnas. Apakah ini menguatkan Obstruction of justice, ini kami sedang melakukan penyusunan,” ucapnya.
Dugaan Pelecehan Dipatahkan Kubu Brigadir J
Pengacara keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak menegaskan tidak percaya dengan pengakuan Putri Candrawathi yang masih mengaku sebagai korban asusila atau pelecehan terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Keterangan istri Irjen Ferdy Sambotersebut diragukan Kamaruddin setelah kerap berubah terkait dugaan pelecehan dialaminya.
“Ya tidak percaya lah. Orang pertama dibilang (pelecehan itu terjadi) di Duren Tiga kok (sekarang) lompat ke Magelang. Dan di Magelang kan sudah kita patahkan dia ada WA-WA (WhatsApp) dengan adik dari pada almarhum. Mana ada korban pelecehan ber-WA ria dengan adik pelaku. Kan begitu,” kata Kamaruddin saat dihubungi, dikutip Senin (28/8).
Kamaruddin turut mempertanyakan kejadian dan kapan waktu dugaan pelecehan dialami Putri. Dia meminta hal itu dijabarkan ke publik secara rinci dan jelas.
“Kalau dari Duren Tiga ke Duren Dua itu masih dekat. Tapi kalau sampai antar kota, antar provinsi itu tidak masuk akal ya. Jadi musti tanyakan dulu Ibu Putri kapan dan di mana dia jadi korban, tanggal berapa, hari apa, jam berapa biar gampang kita patahkan, kan gitu,” ujar dia.
Melihat beberapa keterangan sebelumnya yang berubah-ubah, Kamaruddin khawatir jika Putri ke depan bisa saja mengubah pengakuannya. Sebagaimana kejadian awal yang terjadi di Jakarta lantas berganti ke Magelang.
“Karena nanti begini. Khawatir kita jawab lagi, ganti lagi skenario plan a, kita kan enggak tahu plan berapa sekarang, plan a, plan b plan c, plan d kan gitu. Dia kan sudah berapa kali ganti cerita ya,” tutur dia.
“Jadi tidak mungkin semua cerita dia harus kita tanggapi. Lebih bagus nanya, bikin di atas materai 10 ribu, kapan dan di mana saudara jadi korban, tanda tangan di atas materai 10 ribu. Jadi jangan ganti-ganti, gitu lho. Jadi mudah kita patahkan,” imbuhnya. (sumber-Merdeka.com)