Tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina menambah masalah tersendiri bagi ekonomi global dan tidak bisa diprediksi kapan akan selesainya. Oleh karena itu, Indonesia harus waspada menghadapinya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyo ketidakpastian global, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah. Terlebih di tahun depan, pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan defisit APBN di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Di tengah situasi geopolitik akan lama, artinya tahun depan fenomena geopolitik akan tetap mempengaruhi kondisi ekonomi global yang impactnya ke suku bunga,” jelas Eko dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia “Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia”, Rabu (7/9/2022).
Apalagi, kata Eko Amerika Serikat (AS) sebagai epicentrum suku bunga bank sentral, kebijakannya semakin hawkish. Apapun kebijakan yang diterapkan oleh Bank Sentral AS, tentu akan berimbas terhadap negara lainnya.
Meskipun saat ini Indonesia sudah dalam tahap pemulihan ekonomi, diharapkan momentum ini bisa terjaga dan bisa terus dilanjutkan.
“Ini juga untuk menjaga kredibilitas pasar ke depan, kita harapkan permintaan domestik meningkat dan asing turut meramaikan pasar kita, sehingga yield bisa ditekan sehingga efisien dalam pembangunan ke depan,” jelas Eko.
Oleh karena itu, kata Eko memang harus ada cut off untuk defisit APBN di bawah 3% dri PDB. Kebijakan pemerintah, menurut Eko sudah tepat lewat regulasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
“Ke depan, yang harus dilihat adalah defisit itu settingnya di bawah 3%, artinya pembiayaan itu berbeda dengan situasi pandemi. Ini sudah cukup dan ke depan adalah pergerakan dari SBN atau instrumen investasi atau utang itu tetap didorong melalui pasar. Jadi, intervensi Bank Indonesia (BI) itu memang harusnya di pasar sekunder,” jelas Eko.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kesempatan yang sama meminta semua kalangan masyarakat berkonsolidasi, terutama kini dunia menghadapi guncangan besar, mulai dari perang, krisis pangan, finansial, hingga energi.
Jokowi memandang, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina tidak bisa ditebak kapan akan berakhir. “Artinya perang ini masih lama, dampaknya menghitungnya sangat sulit. Ini imbasnya kemana-mana, pangan harga sudah naik, energi naik, lima kali gas dan dua kali minyak harganya naik,” ujar Jokowi.
“Terus akan berimbas kemana lagi, keuangan juga iya, juga akan lari ke sana juga. Tapi sejauh mana mempengaruhi growth, inflasi, negara mana yang kena. Inilah yang harus hati-hati betul. Harus hati-hati betul, tak bisa hanya makro saja, mikronya juga,” kata Jokowi lagi.
Jokowi bilang, konsolidasi diperlukan oleh semua pihak, pemerintah pusat, provinsi, daerah sampai ke tingkat RT, bergabung dengan Ormas, TNI, Polri.
“Konsolidasi seperti itu yang harus kita bersama-sama lakukan karena perang, karena krisis energi, pangan, finansial dan bisa konsolidasi dari atas sampai ke bawah,” tegasnya, di depan para ekonom.