Meski sudah menetapkan tersangka, namun tidak menutup adanya tersangka lain. Penyidik Polresta Surakarta hingga saat ini masih terus mengembangkan kasus jual beli tanah makam Bong Mojo milik Pemerintah Kota Solo.
Pernyataan tersebut dikemukakan Kasatreskrim Polresta Surakarta, Kompol Djohan Andika saat ditemui merdeka.com, Rabu (7/9). “Yang jelas saya bisa mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain,” kata Djohan.
Saat ini, lanjut dia tim Reskrim sedang bekerja untuk mengumpulkan data-data baru. Sehingga jika ada temuan baru, akan segera dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara.
“Nanti kalau ada temuan baru kita gelarkan, kita pemeriksaan. Nanti dengan pasal yang sama yang dua tersangka itu kita akan berkas kembali,” bebernya.
Kedua tersangka merupakan warga Solo masing-masing berinisial S dan G. Keduanya tidak dilakukan tersingkir karena hukumannya kurang dari 5 tahun.
Djohan menyampaikan, polisi sudah menyerahkan tahap pertama ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surakarta. Namun berkas tersebut masih harus dilengkapi kembali oleh tim penyidik Polresta Surakarta.
“Saat ini berkasnya ada di pihak JPU, jika ada kekurangan yang wajar. Biar dipelajari lebih mendalam lagi, biar diakomodir kekurangannya semua. Nanti kita akan lengkapi biar berkasnya tidak bolak balik,” terangnya.
Dalam kesempatan sebelumnya Wakapolresta Surakarta AKBP Gatot Yulianto mengatakan, polisi mendapatkan laporan kasus jual beli tanah Bong Mojo, pada 18 Juli 2022 dari Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta.
“Kasus ini dilaporkan oleh Kepala Dinas Perkim pada Juli lalu. Pada awal tahun 2012 tersangka G membersihkan dan meratakan tanah makam Bong Mojo dengan luas kurang lebih 80 M2. Kemudian didirikan bangunan semi permanen selanjutnya ditempati,” ujar Gatot, Kamis (18/8) .
Kemudian pada bulan Desember 2021 pengunjung dapat ditemui oleh saksi LS yang kemudian terjadi transaksi jual beli dengan dan disepakati dengan harga Rp24.000.000, yang dibayar secara bertahab (empat kali angsuran).
“Tersangka S memiliki lahan sejak tahun 2018 dengan cara membeli dari seseorang yang tidak dikenal. Kemudian dipasang pondasi cakar ayam dengan alasan karena longsor. Bulan April dijual ke orang lain dengan harga Rp8.250.000,” katanya.
Selain kedua tersangka, polisi juga merupakan bukti barang bukti. Di antaranya, foto copy legalisir Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 62 Kelurahan Jebres dan foto copy legalisir Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 71 Kelurahan Jebres. Kedua atas nama pemegang hak Pemerintah Kota Surakarta. Barang bukti lainnya, 1 lembar tanda pembayaran jasa tanah dan menjaga sebelum dibangun di kuburan mojo hunian tetap senilai Rp8.250.000.
“Pemerintah Kota Surakarta adalah pemilik tanah makam Bong Mojo berdasarkan SHP No. 62 dan SHP No. 71. Makam Bong Mojo telah ditutup kemudian dibersihkan dan didirkan bangunan dan digunakan sebagai tempat tinggal. Ada yang membersihkan kemudian dijual kepada orang lain. Tanah-tanah yang dibersihkan adalah bekas makam yang sudah dipindahkan oleh keluarga. Tanah tersebut oleh pemerintah Kota Surakarta sudah memutuskan akan dibangun dan digunakan sebagai kantor Dinas Lingkungan Hidup,” jelas Gatot.
Menurut Gatot, kedua tersangka dijerat Pasal 385 Ke-1 KUHPidana. Barang siapa yang ingin menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukarkan atau menjadikan tanggung jawab atas sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, atau bibit di tanah tempat orang memakai hak rakyat memakai tanah itu , sedang diketahui bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu.
“Ancaman hukuman paling lama 4 tahun. Kedua tersangka tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukuman kurang dari 5 tahun (tidak memenuhi syarat obyektif suatu penahanan),” pungkas dia. (sumber-Merdeka.com)