Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengingatkan bangsa ini tentang bahaya perubahan iklim terhadap perekonomian.
Bendahara negara tersebut merujuk pada riset yang diterbitkan lembaga asal Swiss pada tahun lalu. Riset tersebut mengatakan, dunia akan kehilangan lebih dari 10% ekonominya apabila kesepakatan Paris tidak terpenuhi pada 2050.
“Bencana alam terkait perubahan iklim memperkuat argumentasi bahwa ini harus menjadi perhatian global. Meningkatnya frekuensi dan keparahan bencana alam, telah menunjukkan potensi gangguan yang nyata bahkan merusak kemajuan dalam pembangunan ekonomi,” kata Sri Mulyani di dalam acara HSBC Summit 2022, dikutip Kamis (15/9/2022).
Sri Mulyani mengatakan, sejumlah indikator perubahan iklim seperti emisi gas rumah kaca, hingga tinggi permukaan laut sudah menjadi ‘alarm’ keras untuk setiap negara melakukan mitigasi agar dampak perubahan iklim dapat diatasi.
Sri Mulyani mencontohkan, pada periode 2010 hingga 2018, emisi gas rumah kaca sudah naik hingga 4,3% per tahun. Selain itu, suhu rata-rata saat ini meningkat 0,03 derajat celcius yang akhirnya juga berpengaruh ke Indonesia.
“Akibatnya permukaan air laut di Indonesia rata-rata naik 0,8-1,2 sentimeter per tahun. Anda bisa melihat, di bukan bagian dari pulau Jawa, banyak kota yang tenggelam.” ujar mantan pejabat Bank Dunia tersebut.
Ke depannya, dia melihat efeknya bukan main-main terhadap ekonomi Indonesia.
“Indonesia diperkirakan berpotensi memiliki kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada tahun 2023 atau tahun depan,” tegas Sri Mulyani.
Bahkan, PDB Indonesia bisa merugi hingga 45% pada 2030 jika hal ini terus berlanjut. “Potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat perubahan iklim ini 0,63% hingga 45% dari PDB pada 2030,” kata Sri Mulyani.
Sumber : CNBC Indonesia