Bendahara Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur ditetapkan sebagai tersangka dana percepatan penanganan Covid-19. PLT kini masuk dalam daftar pencarian orang di Kejaksaan Negeri Folres Timur, setelah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik.
Akibat perbuatannya diduga melakukan korupsi pengelolaan dana percepatan penanganan Covid-19 tahun anggaran 2020, negara merugi lebih dari Rp1,5 miliar.
“Kejaksaan Flores Timur telah menetapkan status DPO terhadap tersangka PLT karena tidak koperatif terhadap panggilan penyidik,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur Abdul Hakim di Kupang, Jumat (30/9). Dikutip dari Antara.
Dengan telah ditetapkan dalam status dalam DPO, PLT akan menjadi sasaran pencarian yang dilakukan tim tangkap buronan (tabur) kejaksaan.
“Kami berharap tersangka untuk menyerahkan diri ke kejaksaan sehingga proses hukum terhadap kasus ini cepat selesai,” beber Abdul Hakim.
Kasus dugaan korupsi dana percepatan penanganan Covid-19 di Kabupaten Flores Timur menyeret tiga tersangka, yaitu PIG sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Flores Timur dan AHB selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Flores Timur.
Kedua tersangka telah ditahan penyidik Kejaksaan Flores Timur pekan lalu. Sementara itu, Bendahara Kantor BPBD Flores Timur PLT belum ditahan karena masih dinyatakan buronan dan masuk dalam DPO kejaksaan.
Kasus dugaan korupsi itu bermula saat refocusing kegiatan dan realokasi anggaran untuk percepatan penanganan Covid-19. Kantor BPBD Kabupaten Flores Timur mendapat alokasi anggaran dana belanja tidak terduga sebesar Rp6,5 miliar untuk penanganan darurat bencana.
Namun dalam laporan pertanggungjawaban tidak didukung dengan bukti sesuai dengan aturan yang berlaku dalam laporan penggunaan dana penanggulangan Covid-19. (sumber-Merdeka.com)