Sebanyak 131 orang tewas saat tragedi Kanjuruhan, kini memasuki babak baru setelah enam hari pascakejadian. Pada Kamis (6/10) malam, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Malang mengumumkan penetapan enam tersangka.
Listyo menerangkan rangkaian tragedi itu bermula saat panitia pelaksana dari Arema FC bersurat ke Polres Malang pada 12 September 2022.
Surat itu terkait izin pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya yang digelar di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober pukul 20.00 WIB.
Surat itu dibalas Polres Malang yang pada intinya meminta agar jadwal pertandingan diubah menjadi pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan faktor keamanan. Namun, permintaan ditolak PT Liga Indonesia Baru (LIB).
“Dengan alasan apabila waktu digeser ada pertimbangan masalah penayangan langsung dan sebagainya yang mengakibatkan dampak penalti atau ganti rugi,” kata Listyo dalam jumpa pers di Mapolresta Malang Kota, Kamis (6/10) malam.
Kemudian, Polres Malang pun menyiapkan pengamanan. Mulanya, kepolisian hanya akan menerjunkan 1.037 personel, namun lantas ditambah menjadi 2.034 personel.
Selain itu, juga disepakati pertandingan hanya disaksikan suporter Arema. Pertandingan pun berjalan lancar dan dimenangkan Persebaya dengan skor akhir 3-2.
Listyo mengatakan situasi berubah di akhir pertandingan saat suporter mulai turun ke lapangan. Kepolisian, lantas melakukan pengamanan, khususnya terhadap pemain dan official Persebaya.
Mereka kemudian dibawa dan dievakuasi menggunakan kendaraan taktis baracuda dari stadion tersebut. Namun proses evakuasi tak berjalan mulus lantaran disubut diadang oleh suporter.
Sementara itu, sambungnya, di dalam stadion jumlah suporter yang turun ke lapangan semakin bertambah. Kepolisian pun mulai melakukan penggunaan kekuatan untuk menghalau dari mulai tameng hingga gas air mata.
Listyo menyebut total ada 11 personel yang menembakkan gas air mata pada Sabtu (1/10) malam itu di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Rinciannya, Listyo mengatakan “Terdapat 1 personel yang menembakkan gas air mata ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan.
“Tembakan untuk mencegah penonton yang turun ke lapangan bisa dicegah,” ujarnya.
Meskipun demikian, dia mengakui tembakan gas air mata itu mengakibatkan kepanikan suporter sehingga berupaya untuk meninggalkan lokasi.
“Penonton yang kemudian berusaha untuk keluar khususnya di pintu 3, 11, 12, 13, dan 14 sedikit mengalami kendala karena ada aturan di tribun atau stadion ini ada 14 pintu, seharusnya lima menit sebelum pertandingan berakhir maka seluruh pintu tersebut seharusnya dibuka,” tutur Listyo.
“Namun, saat itu pintu dibuka namun tidak sepenuhnya, hanya berukuran 1,5 meter dan para penjaga pintu tidak berada di tempat,” sambungnya.
Selain itu, kata Listyo, kehadiran besi yang melintang tinggi di pintu-pintu tersebut turut menghambat penonton atau suporter melarikan diri.
“Sehingga kemudian terjadi desak-desakan yang kemudian mengakibatkan sumbatan di pintu-pintu tersebut hampir 20 menit,” ungkap Listyo.
“Dari situ lah kemudian banyak muncul korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala (thorax) dan sebagian besar yang meninggal mengalami afleksia,” kata jenderal bintang empat itu. (sumber-cnnindonesia.com)