Liquid Death, startup yang mengemas air putih dalam kaleng asal Amerika Serikat, mengantongi pendanaan senilai US$70 juta setara Rp1,06 triliun yang dipimpin oleh Science Ventures.
Putaran pendanaan teranyar ini membuat valuasi perusahaan yang baru berusia tiga tahun tersebut naik menjadi US$700 juta setara Rp10,67 triliun.
Liquid Death mengatakan berada di jalur yang tepat untuk menargetkan pendapatan US$ 130 juta tahun ini, hampir tiga kali lipat dari tahun lalu.
Sejak diluncurkan pada tahun 2019, startup tersebut telah mengalami pertumbuhan yang eksplosif, sebagian berkat penggemar setianya, pemasaran subversif, dan kemasan unik yang menurut investor terbarunya sebagai minuman non-alkohol yang tumbuh paling cepat sepanjang masa.
“Dengan momentum ini, perusahaan mulai meletakkan dasar untuk jalur IPO jika masuk akal untuk bisnis serta berekspansi ke Eropa, “tulis investor Peter Pham dalam posting Medium, Jumat (7/10/2022).
Liquid Death dijual dalam kaleng di toko-toko populer di AS, termasuk Target dan 7-Eleven, online, dan di konser karena kerja sama dengan Live Nation.
Baru-baru ini mereka berkembang menjadi seltzer rasa dengan rasa unik seperti “Mango Chainsaw” dan “Severed Line.”
Pham mengatakan nama perusahaan membantu meningkatkan kesuksesannya.
“Seperti Tesla menggerakkan pengemudi menuju EV yang lebih baik untuk planet ini melalui produk dan merek hebat yang ramping yang menjadi bagian dari budaya,” tulis Pham.
“Liquid Death menggerakkan orang ke arah pilihan minum yang lebih sehat dan berkelanjutan, bukan dengan berkhotbah kepada mereka, tetapi dengan menghibur mereka dan menjadikan mereka bagian dari sesuatu yang lebih besar dalam budaya.” imbuhnya
Obrolan online dan fandom juga dapat dikreditkan karena popularitasnya yang meningkat pesat.
“Sebagian besar influencer Twitter telah mendefinisikan merek minuman non-alkohol ini sebagai salah satu yang paling cepat berkembang dan menghargai strategi ramah lingkungan yang dapat mengganggu pasar minuman non-alkohol,” tulis Smitarani Tripathy, analis media sosial di GlobalData.
Sumber : CNBC Indonesia