Setelah memeriksa saksi-saksi penyidik Polda Riau meningkatkan status kasus kredit fiktif di Bank Riau Kepri (BRK) Syariah cabang pembantu Duri. Saat ini, kasusnya telah dinaikkan ke penyidikan setelah gelar perkara. Kerugian negara akibat kasus tersebut dilaporkan BRK Syariah sekitar Rp 1,8 miliar.
Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ferry Irawan mengatakan dalam waktu dekat penyidik akan mengumumkan nama tersangka dan jabatannya. Dia menyebutkan, dugaan kredit fiktif itu terjadi dalam kurun waktu 2013-2014.
“Iya benar. Dugaan tindak pidana perbankan di kasus kredit fiktif BRK Syariah Cabang Duri telah dinaikan ke penyidikan,” katanya saat dihubungi merdeka.com Selasa (11/10).
Menurutnya, kasus itu berawal dari adanya laporan terkait dugaan kejahatan perbankan oleh Bank Riau Kepri. Salah satu pegawai Bank Riau Kepri disebut telah memberikan fasilitas murabahah atau kredit syariah ke debitur.
“Jadi, pemberian fasilitas murabahah atau kredit syariah ke debitur ini tak sesuai ketentuan. Akibatnya, terjadilah kredit macet di BRK Syariah Cabang Duri,” jelasnya.
Sementara itu, Kasubdit II Perbankan Ditreskrimsus Polda Riau, Kompol Teddy Ardian mengatakan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi baik dari debitur dan pihak BRK Syariah.
“Saksi dari pihak Bank Riau Kepri Syariah sebanyak 10 orang. Debitur 2 orang, serta ahli pidana dan dari Kemenkeu. Kita menemukan ada dugaan korupsi diduga mengakibatkan kerugian negara,” katanya.
Dia menjelaskan, kasus tersebut dinaikkan ke penyidikan prosesnya tidak sembarangan. Itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi.
“Nilai kerugian sekitar Rp 1,8 miliar. Tapi, nilai itu belum dipastikan karena masih menunggu hasil pemeriksaan BPK Provinsi Riau. Kita dalami keterlibatan para pihak yang terlibat,” ucap Teddy.
Menurutnya, dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan bukti, pada kasus itu diduga terjadi pelanggaran Pasal 2, 3 ayat (2) UU Tipikor nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP. (sumber-Merdeka.com)