Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terungkur. Sampai pada Kamis pagi ini (13/10/2022), nilai mata uang Indonesia ini sudah menembus Rp 15.358 per dolar AS.
Melemahnya mata uang rupiah ini tentunya berimbas kepada komoditas-komoditas yang dibeli secara impor salah satunya adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Kenapa harga BBM dan LPG bisa terpengaruh? Sebagai gambarannya, selama ini, Indonesia menjadi negara net importir minyak mentah dan juga LPG. Tercatat, impor minyak Indonesia hampir mencapai setengah dari kebutuhan minyak mentah untuk BBM yang diperkirakan tembus 1,4-1,5 jutaan barel per hari.
Sementara untuk LPG, Kementerian ESDM mencatat impor LPG mencapai 76,9% dari kebutuhan LPG di dalam negeri atau tepatnya impor LPG mencapai 8 juta ton dari produksi LPG mencapai 1,9 juta ton.
Komoditas-komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia itu dibeli dengan menggunakan dolar AS. Jadi. “Sangat berpengaruh lantaran penetapan harga BBM dan LPG salah satunya adalah kurs rupiah terhadap dolar AS,” ungkap Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (13/10/2022).
Fahmy menyatakan, pelemahan rupiah dolar AS akan menyebabkan harga BBM dan LPG di dalam negeri bisa menjadi semakin mahal. Dalam kondisi ini, jika tidak menaikkan harga BBM dan LPG itu, maka subsidi energi akan kembali membengkak. “Jika tidak dinaikkan harga dalam kondisi tersebut, maka subsidi energi kembali membengkak,” ungkap Fahmy.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talatov menilai, harga BBM dan LPG bisa kembali mengalami kenaikan. Penyebab terjadinya kenaikan harga BBM diantaranya adalah tingginya harga minyak mentah dunia yang diprediksi akan kembali menembus US$ 100 per barel. Selain itu, fgaktor yang mempengaruhi kenaikan harga BBM adalah stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Jadi justru saya pikir ada dua beban terhadap pembentukan harga BBM di dalam negeri, yakni harga minyak mentah atau ICP (Indonesia Crude Price) dan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Jadi bebannya ganda,” ungkap Abra kepada CNBC Indonesia.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan bahwa Pertamina saat ini masih memantau pergerakan harga minyak mentah dan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. “Kita masih monitor pergerakan harga minyak mentah dan kurs,” kata Irto kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (13/10/2022).
Dengan begitu, perusahaan belum dapat memastikan, apakah pada bulan November mendatang bakal melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi dan LPG non subsidi.
Mengingat, beberapa komponen untuk menghitung biaya produksi BBM dan LPG tersebut masih bergerak fluktuatif. “Belum bisa kita pastikan, karena harganya minyak mentah, MOPS dan kursnya juga masih fluktuatif,” kata dia.
Sumber : CNBC Indonesia