Bongkahan puing-puing sisa roket Long March 5B China seberat 23 ton jatuh ke Samudra Pasifik di tengah kerisauan soal potensi bahaya terhadap wilayah berpenduduk. Negeri Tirai Bambu pun kena kutuk Barat.
Potongan besar puing itu adalah sisa dari tahap inti roket yang digunakan untuk meluncurkan modul ketiga dan terakhir ke Stasiun Luar Angkasa Tiangong China pada Senin (31/10).
Dalam kasus peluncuran roket yang sama sebelumnya, China membiarkan tahap inti roket mencapai orbit tanpa solusi untuk mendorongnya kembali ke Bumi dengan cara yang aman.
“Sekali lagi, Republik Rakyat China mengambil risiko yang tidak perlu dengan masuknya kembali tahap roket yang tidak terkendali dari roket Long March 5B mereka,” tulis Direktur NASA Bill Nelson via email, dikutip dari Space.
“Mereka tidak membagikan informasi lintasan spesifik yang diperlukan untuk memprediksi zona pendaratan dan mengurangi risiko.”
Insiden kemarin merupakan peristiwa puing-puing luar angkasa keempat dalam beberapa tahun terakhir yang merupakan ulah Administrasi Luar Angkasa Nasional China.
Pada Juli 2022, tahap inti Long March 5B seberat 25 ton jatuh melalui atmosfer Bumi di atas Samudra Hindia dan sebagiannya jatuh di Sanggau, Kalimantan Barat pada awal Agustus.
April 2021, inti yang tersisa dari misi stasiun luar angkasa Tiangong lainnya menyebarkan puing-puing ke perairan yang sama.
Mei 2020, potongan Long March 5B berhasil mendarat di atas Afrika Barat, dan dilaporkan meninggalkan potongan sampah luar angkasa berserakan di Pantai Gading.
“Ini adalah reentry tak terkendali keempat RRC sejak Mei 2020, dan masing-masing reentry ini merupakan yang terbesar dalam 30 tahun terakhir,” lanjut pernyataan Nelson.
“Sangat penting bahwa semua negara penjelajah antariksa bertanggung jawab dan transparan dalam kegiatan ruang angkasa mereka dan mengikuti praktik terbaik yang ditetapkan, terutama untuk masuknya kembali puing-puing tubuh roket besar yang tidak terkendali – puing-puing yang dapat mengakibatkan kerusakan besar atau hilangnya nyawa,” cetusnya.
Senada, Kepala Badan Antariksa Erop (ESA) Josef Aschbacher berkicau via Twitter, “Masuknya kembali #LongMarch5B yang tidak terkendali hari ini menggarisbawahi meningkatnya risiko untuk infrastruktur penting baik di luar angkasa & di darat yang ditimbulkan oleh praktik penerbangan luar angkasa yang tidak berkelanjutan.”
“Satu dekade terakhir, sekitar 100 potongan puing besar kembali memasuki atmosfer setiap tahun, dengan total massa tahunan sekitar 150 metrik ton (165 ton). Kita harus memakai teknologi untuk melacak dan memprediksi dengan lebih baik serta mengurangi satelit dan badan roket menuju masuk kembali yang tidak terkendali,” lanjut pernyataan itu.
Dikutip dari Space, Long March 5B memang tidak dirancang dengan fitur apa pun yang memungkinkannya untuk dideorbit dengan aman setelah diluncurkan.
Sebagai pembanding, roket lain, seperti milik NASA, dirancang agar bisa dijatuhkan ke laut setelah peluncuran. Sementara, roket Falcon 9 milik SpaceX dirancang untuk bisa kembali dengan utuh dan dipakai lagi untuk misi berikutnya.
Alhasil, dunia sempat was-was soal di mana dan kapan puing-puing roket akan jatuh. Dikutip dari Reuters, wilayah udara di Spanyol ditutup demi tindakan pencegahan, menurut blog kontrol lalu lintas udara Spanyol Controladores AĆ©reos.
Untungnya, Komando Luar Angkasa AS mengungkapkan badan roket besar itu jatuh ke Samudra Pasifik Jumat (4/11).
“#USSPACECOM dapat mengonfirmasi bahwa roket Republik Rakyat China Long March 5B #CZ5B memasuki kembali atmosfer di atas Samudra Pasifik tengah-selatan pada pukul 04:01 MDT/10:01 UTC pada 11/4,” kicau angkatan antariksa tersebut.
Komando Luar Angkasa menambahkan bahwa untuk perincian lebih lanjut soal insiden ini, “kami sekali lagi merujuk Anda ke #PRC (Republik Rakyat China).”
Komando Luar Angkasa AS kemudian berkicau bahwa “peristiwa masuknya kembali ke atmosfer yang kedua berkorelasi dengan Long March 5B #RRC #CZ5B” terjadi pada 04:06 MDT (06:06 EDT/1006 GMT) di Pasifik timur laut Laut.
Marlon Sorge, Direktur Eksekutif Pusat Studi Orbital dan Reentry Debris The Aerospace Corporation, dalam konferensi pers pada Rabu (2/11) mengatakan tidak ada perjanjian internasional untuk mencegah insiden ini terjadi lagi di masa depan.
“Dan kenyataannya adalah tidak ada hukum, perjanjian internasional yang mengatur apa yang boleh Anda lakukan dalam hal masuknya kembali [roket ke Bumi],” kata Sorge.
“Jadi sebenarnya tidak ada prosedur hukum langsung untuk mengontrol apa yang terjadi di tingkat internasional,” imbuh dia.
Sumber: CNN Indonesia