Di tengah berbagai perbedaan, para pemimpin G20 berhasil mengadopsi dokumen deklarasi di akhir KTT di Bali. Namun, mereka tak satu suara mengecam Rusia walau invasi di Ukraina memicu krisis ekonomi.
Perbedaan pandangan itu tersirat dalam isi Deklarasi Pemimpin G20 Bali yang diadopsi di akhir KTT kemarin, Rabu (16/11). Salah satu poin mengindikasikan China dan India tak mau ikut serta mengecam Rusia.
Di poin ketiga deklarasi itu, G20 menyatakan bahwa mereka menegaskan kembali posisi negara masing-masing terkait perang Rusia-Ukraina seperti yang disampaikan di forum-forum sebelumnya.
“Kami menegaskan kembali posisi negara kami yang disampaikan dalam forum lain, termasuk di Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB, yang di mana dalam Resolusi No. ES-11/1 tertanggal 2 Maret 200, yang diadopsi oleh mayoritas (141 setuju, 5 menolak, 25 abstain, dan 12 absen) menyatakan pernyataan kuat mengenai agresi Federasi Rusia terhadap Ukraina dan mendesak penarikan sepenuhnya dan tanpa syarat mereka dari wilayah Ukraina,” demikian isi poin itu.
Dalam pemungutan suara resolusi PBB yang disinggung dalam deklarasi itu, 5 negara memang menolak mengecam dan mendesak Rusia untuk angkat kaki dari Ukraina.
Salah satu dari kelima negara itu adalah Rusia. Selain itu, 25 negara juga abstain, termasuk 2 di antaranya merupakan anggota G20, yaitu China dan India.
Melalui deklarasi ini, G20 hanya menyatakan bahwa negara anggota menegaskan kembali posisi mereka. Dengan demikian, Rusia menolak mengecam, sementara China dan India juga tak mau ikut campur.
Setelah itu, poin itu juga menegaskan bahwa “Sebagian besar anggota mengecam keras perang di Ukraina dan menekankan bahwa perang itu menyebabkan penderitaan parah kemanusiaan dan memperparah perekonomian global yang sudah rapuh.”
Dalam kutipan pernyataan itu, para pemimpin G20 menekankan bahwa hanya “sebagian besar anggota” yang mengecam keras perang di Ukraina.
Mereka juga mengakui bahwa muncul berbagai pandangan dan pertimbangan terkait situasi di Ukraina dan sanksi yang harus diterapkan.
Poin itu ditutup dengan pernyataan, “Menyadari bahwa G20 bukan forum untuk menangani masalah-masalah keamanan, kami mengamini bahwa masalah keamanan bisa membawa konsekuensi signifikan terhadap ekonomi global.”
G20 memang bukan forum ekonomi. Namun, beberapa bulan lalu, Presiden Joko Widodo menggembar-gemborkan “misi perdamaian” yang ia gaungkan demi kesuksesan KTT G20.
Namun sepulangnya ke Indonesia, Jokowi mengakui memang sangat sulit membawa isu perdamaian itu. Ia pun akhirnya membelokkan pembahasan dengan Zelensky dan Putin menjadi soal ketahanan pangan.
Kesulitan itu kembali terbukti di KTT G20. Jokowi sendiri mengakui bahwa pembahasan mengenai Rusia sangat alot sepanjang gelaran konferensi itu.
KTT G20 ini memang digelar di tengah tensi tinggi global. Sikap para anggota G20 sendiri sebenarnya terbelah ketika menanggapi isu perang Rusia-Ukraina.
Sejak invasi pecah, China dan India sebagai sekutu Rusia memang terlihat meredam diri. Mereka ogah mengecam langsung Rusia di forum-forum internasional.
Tak diketahui sikap pasti China dan India di KTT G20 kali ini. Namun, Co Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani, mengakui bahwa memang tak semua negara mengecam Rusia.
“Mungkin enggak semua negara G20 condemn? Ya jelas enggak, kan? Karena ada yang pihaknya, kan? Kan kebaca,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Namun, Trian menegaskan bahwa banyak pihak mengapresiasi Indonesia karena diplomasi RI dapat menghasilkan deklarasi konsensus, yaitu Deklarasi Pemimpin G20 Bali.
Meski deklarasi itu hanya menunjukkan “sebagian besar anggota” mengecam, tapi yang jelas dokumen itu disetujui oleh para pihak di KTT G20.
“Kita berhasil di tengah pandangan yang memperkirakan diplomasi Indonesia tidak mungkin menghasilkan suatu deklarasi konsensus di tengah konflik yang multidimensional,” katanya.
Sumber: CNN Indonesia