Mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari tujuh kakak kelasnya. Bocah kelas dua Sekolah Dasar di Malang berinisial MWF (8) dianiaya hingga sempat koma (tidak sadarkan diri) saat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
Mendapat laporan tersebut Sat Reskrim Kepolisian Resor (Polres) Malang dengan sigap turun tangan ungkap kasus tersebut.
“Laporan polisi sudah diterima, saat ini masih dalam proses penyelidikan untuk mengetahui fakta-fakta yang ada. Selanjutnya akan diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kasi Humas Polres Malang Iptu Ahmad Taufik, Kamis (24/11).
Berdasarkan keterangan yang disampaikan saksi, peristiwa yang dilakukan oleh tujuh pelaku ini terjadi sebanyak dua kali di lokasi berbeda. Kejadian pertama di Bendungan Sengguruh, Kepanjen, pada 11 November 2022. Dan kedua terjadi di Kolam renang Desa Jenggolo, Kepanjen, pada 12 November 2022.
“Korban mengaku mengalami perundungan. Sempat ada pemukulan dan ditendang oleh teman-temannya,” ujar dia.
Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), telah mengumpulkan bukti dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dari pihak korban maupun sekolah. Termasuk pada tiba-tiba pelaku yang melakukan perundungan. Saat ini proses penyelidikan masih berjalan sambil menunggu kesembuhan korban.
“Penyidik telah melakukan serangan terhadap saksi-saksi, termasuk dari terduga pelaku sejumlah tujuh anak. Visum terhadap korban juga sudah dilakukan. Saat ini masih menunggu korban sembuh dan pulih untuk proses selanjutnya,” pungkas Taufik.
Hal ini juga dibenarkan oleh Kapolres Malang, AKBP Putu Kholis Aryana. “Kami telah melakukan pemeriksaan kepada 12 saksi dan 7 ABH,” kata Kholis.
Kholis menyatakan bahwa penanganan kasus ini akan mengacu pada penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sehingga nantinya akan banyak pihak yang terlibat dalam pendampingan kasus tersebut untuk memastikan proses hukum sesuai dengan ketentuan.
“Nanti melibatkan Bapas, DP3A, orang tua, wali murid, kepala sekolah. Nanti kami minta pendampingan dari Diknas dan pihak terkait lainnya. Agar memastikan proses yang kami jalankan ini bisa sesuai prosedur,” ungkapnya.
Sementara terkait dengan mekanisme diversi, Kholis mengaku masih menunggu perkembangan lebih lanjut. Sebab dalam proses pendampingan akan memberikan rekomendasi yang akan menjadi bahan pengusutan kasus.
“Tentunya menunggu perkembangan hasil proses mediasi dan pendampingan. Nanti akan muncul rekomendasi yang akan kami tindak lanjuti dalam proses ini,” tegas Kholis.
Pertanda saat MWF sadar dari koma pada Jumat (18/11), dia bercerita kepada orang tuanya jika selama ini mendapatkan perundungan dan penganiayaan dari beberapa kakak kelasnya.
Menurut pengakuan korban, dia pernah diseret dan dipukuli oleh tujuh orang tersebut di Bendungan Sengguruh, Kepanjen, Jumat (11/11). MWF mengaku ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan usai mendapat siksaan tersebut.
Kemudian pada keesokan harinya, dia dijemput teman-temannya untuk diajak bermain di kolam renang Desa Jenggolo, Kepanjen. Namun setibanya di lokasi MWF kembali mendapat penganiayaan. Kakinya ditarik ramai-ramai hingga kepala membentur lantai. Akibatnya korban mengeluh pusing dan muntah-muntah selama beberapa hari dan harus dirawat intensif.
Kini, kondisi korban sudah mulai membaik. Meski masih harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, korban sudah dalam kondisi sadar dan bisa diajak berinteraksi.
“Tadi saya lihat kondisinya makin membaik dan sudah mulai bisa berinteraksi, walaupun masih menjalani perawatan intensif karena masih ada bagian vital yang perlu dilakukan pengobatan. Kondisinya jauh lebih baik dibandingkan saat awal masuk rumah sakit. Saat itu tidak sadar,” urainya.
Dari keterangan dokter sambung Kholis, terdapat luka dalam yang dialami korban. Namun saat ini dokter lebih fokus terhadap pemulihan psikososial.
“Lebih fokus pada upaya pemulihan psiko, tadi kita lihat dokter mengakomodir beberapa keluarga maupun pelaku dengan harapan makin cepat pulih,” pungkasnya. (sumber-Merdeka.com)