Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian, mereka memutuskan tidak menempatkan 7 terduga pelaku di tempat khusus. Polres Malang mengambil langkah hati-hati dalam penanganan kasus perundungan atau bullying dengan korban MWF (8).
Kasatreskrim Polres Malang Iptu Wahyu Rizky Saputro mengatakan, baik korban maupun terduga pelaku sama-sama berusia di bawah umur yang harus diperhatikan dampak psikologisnya dalam setiap tahapan proses hukum. Pihak tersebut telah meminta keterangan 12 saksi dewasa serta 7 ABH (anak berhadapan dengan hukum).
Selain itu juga telah berkoordinasi dan asesmen dengan lembaga terkait anak, seperti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Malang, UPTD PPA Provinsi Jatim, Bapas, serta wali kelas dan kepala sekolah, tempat anak-anak tersebut naik.
“Sampai dengan saat ini kondisi psikis korban dan ABH ini sangat terganggu, bahkan ada beberapa ABH yang tidak mau sekolah. Karena pertimbangan itu, yang tadinya rencana 7 ABH itu mau ditempatkan di tempat khusus, kemudian berdasarkan hasil asesmen, tidak jadi dilaksanakan,” jelas Iptu Wahyu Rizky Saputro, Selasa (29/11) petang.
Namun Rizky menegaskan bahwa proses hukum masih berlaku dan sedang berlangsung. Pihaknya juga menjadwalkan untuk meminta keterangan dokter sekaligus menunggu hasil visum.
“Proses hukum berlaku dan masih berlangsung, kami akan melakukan upaya maksimal khususnya terkait perundungan di bawah anak ini,” katanya.
Motif Perundungan
Sementara itu berdasarkan keterangan para saksi dan ABH, korban memiliki perilaku aktif. Salah satu contoh perilakunya di antaranya kerap memanggil dengan kata-kata tidak sopan. Keterangan itu pun telah dibenarkan teman-teman dan gurunya.
“Karena perilaku itu, kakak kelasnya akhirnya emosi sehingga melakukan bullying,” tegasnya.
Iptu Rizky juga menyampaikan belum mendapatkan keterangan terkait dugaan motif pemalakan yang dilakukan ABH. “Kalau pemalakan kita belum bisa membuktikan ke arah itu,” tegasnya.
Selain itu, berdasarkan keterangan para saksi dan ABH, korban memiliki sepeda motor trail kecil. Keterangan itu dibenarkan oleh ibu korban.
Ada teman korban yang sering diajak bermain bersama. Ketika pulang sekolah dan ketika bermain, korban sering dan pernah jatuh dari motor tersebut, di antaranya jatuh di aspal dan menabrak pohon.
“Pertimbangan itu juga, dari UPTD PPA provinsi dan kabupaten tidak menempatkan ABH tersebut di tempat khusus,” tegasnya.
Perundungan itu tidak langsung artinya saat dilakukan perundungan kemudian korban langsung sakit seperti itu. Jadi sebelum dibawa ke rumah sakit, korban sakit demam kemudian dibawa ke rumah sakit.
Iptu Rizky menegaskan, butuh perhatian khusus dalam kasus ini, karena korban dan ABH sama-sama di bawah umur. Pihaknya juga menjadwalkan trauma healing bersama UPTD PPA Provinsi Jatim dan Kabupaten Malang.
Rizky juga mengimbau para orang tua dan guru betul-betul mengawasi anak-anaknya, terutama yang masih di bawah umur. Karena kemungkinan banyak kejadian serupa yang lepas dari perhatian para orang tua, sehingga perlu diantisipasi sejak awal. (sumber-Merdeka.com)