Para pengunjuk rasa di Guangzhou, China selatan, kembali melakukan demo pada Selasa malam hingga Rabu hari ini (30/11), setelah pekan lalu berdemo menolak kebijakan lockdown negara itu.
Aksi demo itu bahkan berujung bentrok dengan aparat kepolisian, menurut saksi dan rekaman yang beredar.
Diberitakan AFP, sebuah video menunjukkan personel keamanan dengan pakaian hazmat membentuk barisan dan berlindung di bawah perisai anti-huru-hara tembus pandang. Mereka menyusuri jalanan di distrik Haizhu dengan kaca-kaca nampak pecah di sekitar mereka.
Dalam rekaman itu, orang-orang terdengar menjerit dan berteriak kala barikade oranye dan biru berserakan di tanah.
Orang-orang terlihat melemparkan benda-benda ke arah polisi hingga belasan pria digiring pergi dengan tangan terikat kabel.
Seorang warga Guangzhou bermarga Chen mengatakan kepada AFP pada Rabu bahwa dia menyaksikan sekitar 100 petugas polisi berkumpul di desa Houjiao di distrik Haizhu. Ratusan petugas itu menangkap setidaknya tiga pria pada Selasa malam.
Haizhu sendiri merupakan distrik yang ditinggali lebih dari 1,8 juta jiwa. Distrik itu menjadi sumber dari sebagian besar kasus Covid-19 di Guangzhou.
Sebagian besar wilayah pun mengalami lockdown sejak akhir Oktober.
Sementara itu, dalam video yang diunggah di Weibo pada Selasa malam menunjukkan antrean panjang lalu lintas karena penduduk bergegas meninggalkan distrik.
Seorang siswa yang diminta meninggalkan asrama kampusnya mengatakan di Weibo, “Dulu saya berpikir ini akan menjadi saat paling bahagia dalam hidup saya… Sekarang saya menerima pemberitahuan darurat pada pukul 01.00, saya akhirnya gemetar dan menangis di koridor pada jam 02.00 pagi.”
“Dan saya melihat teman sekelas saya melarikan diri dengan koper pada jam 03.00. Pada jam 4.00, saya duduk sendirian di atas koper saya dan menangis, menunggu orang tua saya datang,” ujar dia.
Dia lalu mengatakan pada pukul 05.00 waktu setempat, ia akhirnya meninggalkan lokasi tersebut.
“Dulu saya bilang tempat ini baik…sekarang seperti neraka,” ujar pengguna dengan nama samaran Ludao Lizi itu.
Pada awal November, pedemo di Haizhu sempat menerobos penghalang lockdown dan berbaris ke jalan-jalan memprotes kebijakan nol Covid China.
Protes itu terekam video dan beredar di media sosial pada 14 November. Video itu telah diverifikasi oleh AFP.
Video itu memperlihatkan ratusan orang turun ke jalan di Haizhu dan sejumlah orang merobohkan pembatas yang dipasang untuk mencegah penduduk keluar rumah.
Adapun aksi demonstrasi terbaru ini merupakan lanjutan dari demo yang pecah di sejumlah kota China beberapa waktu lalu. Para demonstran menolak kebijakan nol Covid di negara itu.
Protes itu pertama kali dipicu oleh kebakaran apartemen di Urumqi, Xinjiang, yang menewaskan 10 orang pada pekan lalu.
Para warga menganggap korban berjatuhan karena petugas pemadam kebakaran terhambat aturan lockdown yang terlalu ketat saat menjalankan tugas.
Amarah publik pun meluas secara sporadis hingga ke Beijing, Guangzhou, bahkan Shanghai selama akhir pekan. Mereka ramai-ramai mendesak Presiden China Xi Jinping mundur.
Para demonstran juga mengacungkan kertas putih, melambangkan frustrasi mereka karena tak bebas menyuarakan opini lantaran sistem sensor yang terlampau ketat di China.
Sejumlah pedemo dan wartawan, termasuk jurnalis asing, juga dilaporkan ditahan polisi China selama demonstrasi tersebut.
Aksi demonstrasi semacam ini dianggap langka di China, negara dengan sistem sensor dan keamanan yang ketat. Ini pun disebut-sebut sebagai aksi demonstrasi terbesar sejak insiden Tiananmen pada 1989 silam.
Sumber: CNN Indonesia