Salah satu agensi Korea Selatan (Korsel), SM Entertainment mengakui bahwa kesehatan mental merupakan isu yang kerap dihadapi para pesohor di industri hiburan. Karena itu, pendiri SM Entertainment, Soo-man Lee mengungkapkan bahwa agensi yang telah didirikannya sejak 1995 ini menjadikan masalah kesehatan mental sebagai fokus utama perusahaannya.
“SM Entertainment menghubungkan mereka (artis SM Entertainment) dengan konselor dan dokter sehingga mereka dapat memperoleh pertolongan kapanpun dibutuhkan,” ungkap Lee kepada CNBC Make it, dikutip Senin (5/12/2022).
“Kami belajar bahwa hal-hal ini sangat penting [untuk diperhatikan],” lanjutnya, sambil menegaskan sikap SM Entertainment terhadap kesehatan mental.
Sudah menjadi rahasia umum, di balik popularitas artis K-pop sebenarnya terdapat sejumlah masalah kesehatan mental yang serius. Bahkan, dalam kasus esktrem, sejumlah artis memutuskan bunuh diri karena mengalami depresi berkepanjangan.
Terdapat sejumlah faktor yang memicu hadirnya masalah kesehatan mental di kalangan artis Kpop, salah satunya adalah tuntutan untuk tampil ‘sempurna’ di hadapan para penggemarnya, termasuk penampilan fisik. Terlebih, masyarakat Korsel menerapkan standar kecantikannya tersendiri sehingga para idolanya dituntut untuk memenuhi hal tersebut, seperti berkulit putih, wajah mulus, bentuk wajah tirus dengan dagu berbentuk huruf V, tubuh langsing, dan lainnya.
Selain tampilan fisik, mereka pun juga dituntut untuk memberikan penampilan sempurna di atas panggung. Sebelum melakukan debut, para calon artis K-Pop wajib melakukan latihan dalam jangka waktu yang panjang hingga bertahun-tahun. Saat menjalankan pelatihan, mereka disebut sebagai trainee.
Jadwal latihan padat tanpa waktu istirahat yang cukup, ekspektasi tinggi dari agensi, hingga persaingan ketat antar-trainee menjadi makanan para calon idola sehari-hari, padahal mereka belum tentu akan debut di masa depan.
Tidak hanya itu, dilansir dari Korea Boo, sebelum menuai tuntutan hukum dari para artis, tidak sedikit agensi yang meminta para trainee-nya untuk menandatangani kontrak kerja yang dikenal sebagai ‘slave contract’. ‘Slave contract’ adalah kontrak kerja yang disebut menghalangi kebebasan para trainee sebelum debut.
Setelah debut, para artis K-Pop pun masih belum bisa menikmati hidupnya dengan tenang. Sebagai seorang figur publik, mereka harus siap untuk membatasi kehidupan sosialnya. Selain itu, bila melakukan kesalahan kecil, para artis K-Pop juga harus siap menerima komentar pedas dari warganet atau masyarakat pemerhati K-Pop. Dengan demikian, mereka pun seakan sulit untuk menjadi dirinya sendiri.
Dikutip dari Korea Herald, salah satu psikiater di Asan Medical Center, Kim Byung-soo mengungkapkan bahwa salah satu penyebab depresi artis K-Pop adalah keadaan emosi yang tidak stabil dan pemisahan identitas.
“Studi psikologis telah menunjukkan bahwa selebritas yang terlibat dalam kegiatan kreatif dan artistik memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi daripada orang biasa. Orang-orang dalam profesi seperti itu lebih rentan terhadap perubahan suasana hati dan konsumsi emosi dibandingkan yang lain, unsur-unsur yang terkait dengan depresi,” jelas Kim, dikutip dari Korea Herald, Senin (5/11/2022).
Kim mengatakan, sebagian besar artis K-Pop mengalami pemisahan kepribadian yang terbagi menjadi identitas sosial dan nyata. Mereka juga cenderung mengalami depresi karena terisolasi dan kesepian. Idola merasa sulit untuk membangun hubungan personal dengan orang lain karena menganggap bahwa mereka disukai hanya karena fisik dan profesinya saja.
Maka, tak heran bila banyak terdengar kasus artis Korsel yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sebab, di balik bersinarnya mereka di atas panggung, terdapat banyak sisi gelap yang menghantui mereka.
Sumber : CNBC Indonesia