Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapati fakta bahwa pelayanan pertanahan bagi masyarakat umum masih terkesan sulit sehingga sebagian besar memilih menggunakan kuasa. Hal ini didapati setelah KPK melalui Direktorat Monitoring melakukan kajian “Pemetaan Layanan Pertanahan Tahun 2022.”
Melansir rm.id, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan kajian ini mencatat sebanyak 65 persen pengguna dari semua jenis layanan menggunakan kuasa, baik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau mitra.
Data ini keluar setelah tim monitoring melakukan analisis terhadap 1.023 berkas layanan pertanahan tahun 2022 pada 12 kantor pertanahan (Kantah) se-Jabodetabek.
“Hal ini adalah potret yang dirasakan masyarakat dan menunjukan ada gejala dan fenomena rentan potensi korupsi,” kata Ghufron dalam penyampaian hasil kajian di Ruang Prona, Selasa (3/1).
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebutkan tujuh dari 12 Kantah di Jabodetabek, sebesar 90 persen layanan peralihan hak menggunakan kuasa.
Bahkan seluruh Kantah di Jakarta Utara dan Jakarta Barat 100 persen layanan peralihan menggunakan kuasa. Masifnya penggunaan kuasa pada saat proses layanan pertanahan disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, jenis layanan pertanahan belum dipahami masyarakat secara jelas, kedua, sebagian besar layanan pertanahan belum online.
Ketiga, layanan pertanahan yang dapat diakses secara online (cek sertifikat, hak tanggungan, surat keterangan pendaftaran tanah, informasi zona nilai tanah) hanya dapat diakses oleh akun PPAT/mitra.
Keempat, layanan pertanahan melalui PPAT/mitra lebih cepat selesai, dan kelima, layanan peralihan hak mayoritas di-bundling oleh PPAT.
“Akibatnya layanan melalui kuasa membuat biaya layanan menjadi lebih mahal dari tarif resmi. Juga membuka peluang terjadinya gratifikasi dari tarif resmi,” kata Pahala.
Permasalahan selanjutnya ialah waktu layanan melebihi Service Level Agreement (SLA) dan terjadi diskriminasi pelayanan.
Ditemukan sebesar 74 persen berkas melebihi SLA/SOP, di mana Kantah dengan ketidakpastian paling tinggi ialah Kota Depok 91,14 persen, Kabupaten Bekasi 87,5 persen, dan Kabupaten Bogor 86,9 persen.