Marina Chapman, perempuan atas Yorkshire, Inggris memiliki kisah unik dan luar biasa sampai beberapa orang menganggap bahwa kisahnya tak masuk akal. Nama Marina mulai populer di dunia sejak dirinya meluncurkan buku kisah kecilnya yang dibius, diculik, dibuang di hutan, dan dirawat oleh para Monyet Capuchin.
Kisah tersebut bermula pada 1954 atau saat Marina berusia empat tahun. Saat itu, Marina sedang asyik bermain di halaman rumahnya di Kolombia, Amerika Selatan. Selama bermain, Marina tidak sadar bahwa ada bahaya yang mengintai dirinya sampai kain putih membius tubuhnya.
“[Tiba-tiba] saya melihat kilatan tangan hitam dan kain putih yang menutupi wajah saya. Saat langsung tersentak kaget dan ketakutan, ada bau tajam bahan kimia,” cerita Marina, dikutip dari Daily Mail, Selasa (11/1/2023).
“Pikiran terakhir saya ketika mulai tidak sadarkan diri adalah ‘aku akan mati’,” lanjutnya.
Saat setengah tersadar, Marina merasa bahwa dirinya telah berada di sebuah truk bersama anak-anak yang diculik lainnya. Tak lama kemudian, ia pun kembali pingsan. Saat pingsan, Marina mengaku ia merasakan tubuhnya digendong oleh seorang pria yang berlari dan ditinggalkan di tengah hutan dengan kondisi tak berdaya.
Saat terbangun setelah sempat ketakutan dan luar biasa lapar pada malam sebelumnya, Marina telah dikerumuni oleh sekumpulan monyet. Ia bercerita, salah satu monyet bahkan menghampiri dan mendorongnya sampai terguling.
Penampilan Marina yang berbeda membuat para monyet menyelidiki dirinya dengan cara menarik-narik baju dan menjambak rambut secara bergantian. Meskipun telah berteriak meminta untuk dilepaskan, para monyet enggan untuk berhenti menginspeksi Marina.
Setelah diinspeksi, salah seekor monyet tiba-tiba menjatuhkan segepok pisang hijau yang masih belum matang karena terkejut mendengar teriakan Marina. Marina yang saat itu kelaparan mengaku langsung bergabung dengan para monyet untuk pesta pisang.
Sejak saat itu, Marina memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama segerombolan monyet itu yang berjumlah sekitar 30 ekor. Ia mengaku merasa aman saat bersama mereka.
“Berada di sekeliling mereka membuatku merasa aman. Saat malam tiba, suara mereka membuatku nyaman,” cerita Marina.
Semakin lama tinggal bersama monyet, Marina pun semakin mirip dengan mereka. Marina mengaku, ia menirukan suara monyet hingga mereka merespon suaranya dan sering menggaruk-garuk badannya.
Suatu hari, Marina merasakan sakit perut yang luar biasa akibat memakan buah asam di hutan. Saat ia mencegkeram perut dan merintih, tiba-tiba Marina dihampiri oleh kakek monyet. Alih-alih menyerang Marina, kakek monyet justru menggoyang-goyangkan badan Marina dengan lembut, mendorongnya, dan memintanya ikut ke suatu tempat.
Setelah susah payah berjalan, Marina pun tiba di sebuah genangan. Tiba-tiba, kakek monyet mendorong dan mencengkeram kepalanya ke genangan tersebut. Marina pun melawan sejadi-jadinya karena ia berpikir dirinya akan ditenggelamkan.
Namun, saat melihat wajah monyet tua yang tampak tenang dan tak marah, Marina merasa bahwa monyet itu ingin menyampaikan sesuatu.
“Saat itu juga aku mempercayainya. Tatapan matanya dan ketenangan dalam gerakannya membuatku sadar bahwa dia sedang berusaha membantuku,” sebut Marina.
Ternyata, sang kakek monyet meminta Marina untuk minum air berlumpur di hadapannya. Setelah meminum air lumpur itu, Marina ambruk, terbatuk, dan memuntahkan banyak cairan asam dari lambungnya. Ia pun menganggap bahwa ‘pengobatan’ dari kakek monyet berhasil.
Seiring berjalannya waktu, Marina berbaur dengan teman-teman monyetnya bahkan sampai memberi nama, seperti Spot si energik, Brownie si lembut dan pengasih, Tip si pemalu, sampai Mia si sahabatnya yang sangat pemalu.
Setelah merasa diterima, Marina pun memutuskan untuk belajar memanjat pohon. Setiap hari, ia belajar memanjat mulai dari pohon yang lebih pendek dan ramping. Meskipun selalu terjatuh, ia tak pernah menyerah. Berkat hal tersebut, otot-otot kaki dan tangannya pun semakin kuat. Tak hanya itu, kulit tangan, kaki, siku, lutut, dan pergelangan kakinya menjadi sangat kasar.
Marina yang lama tinggal di hutan pun memiliki kemampuan menjelajah yang semakin besar. Suatu hari, Marina tanpa sengaja menemukan kumpulan gubuk. Melihat hal tersebut, ia pun memberanikan diri. Alhasil, Marina bertemu dengan seorang ibu yang baru saja melahirkan anak.
“Hatiku bergejolak melihatnya, merasakan perasaan yang dibutuhkan semua manusia, [yaitu] untuk dicintai. Namun, saat melihat ke mataku, hanya ada ketakutan di wajah perempuan itu,” tutur Marina.
Melihat sosok Marina, perempuan itu tiba-tiba berteriak sehingga membuat seorang pria berlari dari gubuk dan menangkap Marina. Pria itu lalu mencengkram pundak Marina dengan salah satu tangannya dan memaksa Marina membuka mulutnya untuk memeriksa gigi-giginya.
Meskipun tidak bertaring seperti monyet-monyet, Marina tetap diusir oleh pria tersebut karena suara dan tindakannya yang sangat mirip monyet, bukan anak manusia.
“Aku mencoba memohon padanya, meminta makanan dan tempat tinggal. Namun, suara dan tindakanku lebih mirip monyet daripada manusia. Tanpa ragu, ia meninggalkanku. Akhirnya, aku kembali ke hutan dengan perasaan terluka,” kata Marina.
Sumber : CNBC Indonesia