Terbukti berikan suap kepada Auditor BPK, Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta karena terbukti bersalah melakukan suap terkait pengurusan audit laporan keuangan pemerintah kabupaten (Pemkab) Bogor tahun anggaran 2021. Putusan dibacakan di Ruang Sidang 1 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LRE Marthadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/9).
Kasus Ade dimulai ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Bogor pada Selasa (26/4) sampai Rabu (27/4) lalu. Dalam kegiatan OTT itu, KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp1,024 miliar yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp570 juta dan uang yang terdapat di rekening bank dengan jumlah sekitar Rp454 juta.
Keesokan harinya, pada Kamis (28/4), Ade bersama dengan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam, Kasubdit Kas Daerah BPK Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ade terjerat kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.
Selain itu, KPK juga menetapkan empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat yang menjadi tim auditor pemeriksa laporan keuangan Pemkab Bogor, yaitu Kasub Auditor IV Jawa Barat 3 Pengendali Teknis Anthon Merdiansyah, Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor Arko Mulawan, pemeriksa bernama Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, sebagai tersangka.
Ade disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Didakwa Menyuap Rp1,9 Miliar
Pada Rabu (13/7), Ade menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Bandung. Dalam sidang tersebut, Ade didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran (TA) 2021.
Sekadar diketahui, WTP merupakan istilah yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK Jabar. “Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Budiman di PN Bandung, Rabu (13/7).
Jaksa mendakwa suap tersebut diberikan secara bertahap mulai dari Oktober 2021 hingga tahun 2022. Adapun uang suap yang diberikan mulai dari Rp10 juta hingga Rp100 juta.
Jaksa juga menjelaskan bahwa Ade mengarahkan agar LKPD TA 2021 harus mendapatkan opini WTP seperti tahun sebelumnya. Pasalnya, LKPD TA 2021 itu dinilai sangat buruk oleh pegawai BPK dan berpotensi disclaimer.
“Opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) yang berasal dari APBN,” kata jaksa.
Dalam persidangan lanjutan, Ihsan Ayatullah mengaku mencatut nama Ade Yasin untuk memperoleh dana lebih dari Sekretaris Dinas PUPR, Maulana Adam, yang juga menjadi terdakwa.
Ihsan mengungkapkan, auditor BPK bernama Hendra meminta uang lebih kepada Ihsan, dengan dalih biaya sekolah Kepala BPK Jawa Barat saat itu, Agus Khotib, dari semula Rp70 juta menjadi Rp100 juta.
“Awalnya, Hendra menyebutkannya 70. Kemudian meminta 100 dibuletin. Biar Maulana Adam ikut (percaya) dengan saya, jadi saya sebut nama ibu (Ade Yasin),” kata Ihsan dalam persidangan, Senin (5/9).
Ade Yasin yang turut dihadirkan dalam persidangan secara langsung mengaku tidak mengetahui adanya permintaan biaya sekolah untuk Agus Khotib. Bahkan, Ade pun mengaku tidak mengenal Agus Khotib.
“Saya tidak tahu, karena yang tadi saya sebutkan kepentingan saya hanya di entri dan exit meeting. Selebihnya tugas dinas masing-masing,” kata Ade. (sumber-Merdeka.com)