Indonesia merupakan salah satu titik terang di tengah kesuraman dunia. Kalimat ini dilontarkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di hadapan para pengusaha global dalam acara penutupan B20 Summit Tahun 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).
Kalimat ini dikutip Jokowi dari Managing Director IMF Kristalina Georgieva.
“Managing Director dari IMF menyampaikan, Kristalina menyampaikan bahwa Indonesia menjadi salah satu titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia,” ungkapnya, dikutip Rabu (18/1/2023).
Titik terang di sini jelas digambarkan IMF karena Indonesia mampu bertahan dalam gejolak ekonomi global sepanjang 2022, ketika pandemi dan perang berkecamuk, menimbulkan krisis pangan, energi dan utang.
Saat itu, menurut Jokowi, Indonesia patut bersyukur karena berhasil mencetak pertumbuhan di atas 5% selama tiga kuartal beruntun. Prestasi yang tidak semua negara di dunia mendapatkannya. Bahkan beberapa negara maju seperti Inggris, Eropa dan China, mengalami pertumbuhan yang terseok-seok.
“Kita patut bersyukur Indonesia di kuartal kedua masih tumbuh 5,44%, dan di kuartal ke-3 kita tumbuh lebih kuat lagi di 5,72%. Inflasi juga bisa kita kelola di angka September karena kenaikan harga BBM, naik menjadi 5,9%, tapi Oktober inflasi kita bisa turun lagi 5,7%,” paparnya.
Namun, pemulihan dan kinerja ekonomi yang ciamik ini tidak tampak dari sisi sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melaporkan kenaikan jumlah penduduk miskin jumlahnya naik sebesar 0,20 juta orang mencapai 26,36 juta orang. Sedangkan dari angka Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 5,95% menjadi Rp 535.547,00 per kapita per bulan.
Menurut BPS, kenaikan tingkat kemiskinan selama periode Maret hingga September 2022 disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pada tanggal 3 September 2022 pemerintah menaikkan harga untuk jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (nonsubsidi). Penyesuaian harga BBM ini berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi pertanian. BPS mencatat terjadi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal subsektor tanaman pangan dan perikanan tangkap pada September 2022. Kenaikan ini terutama didorong oleh kenaikan harga bensin, solar, dan ongkos angkut.
“Pada September 2022 ada penyesuaian harga BBM, hal ini berdampak pada biaya produksi, ini mendorong kenaikan indeks produksi dan barang modal di tanaman pangan dan perikanan tangkap,” ujar Kepala BPS Margo Yuwono, dikutip Rabu (18/1/2023).
BPS juga mencatat secara nasional jika dibandingkan dengan Maret 2022, harga eceran 5 komoditas pokok yang mengalami kenaikan. Lima komoditas tersebut adalah beras yang harganya naik 1,46%, harga gula pasir naik 2,35%, harga tepung terigu naik 13,97%, harga telur ayam ras naik 19,01%, dan harga cabai merah naik nyaris setengah kali lipat sebesar 42,60%.
Kenaikan harga ini merupakan dampak dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengalami kenaikan di bulan yang sama.
“Jadi di satu sisi pemerintah sudah menyiapkan bantalan untuk menjaga daya beli tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM itu juga berdampak pada beberapa komoditas yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat miskin,” terang Margo.
Sebagai catatan, kemiskinan ini juga dipengaruhi oleh ‘tsunami’ Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang banyak melanda sektor padat karya Tanah Air.
Sepanjang September 2022 terjadi PHK di sektor padat karya seperti industri tekstil, alas kaki serta perusahaan teknologi. Menurut Margo, kejadian ini berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Belum lagi memang masih terdapat 4,15 juta orang penduduk usia kerja yang terdampak pandemi pada Agustus 2022.
“Masih terdapatnya penduduk usia kerja yang terdampak pandemi sampai Agustus 2022 sebanyak 4,15 juta orang,” ujarnya.
Kalangan buruh mengungkapkan bahwa banyak anggotanya yang sudah mulai mengurangi hari kerja, bahkan tidak sedikit yang akhirnya dirumahkan.
“Sampai saat ini yang dirumahkan panjang, artinya sebulan nggak kerja, paling nggak untuk anggota hampir 5.000-an, termasuk di industri tekstil, garmen, sepatu juga,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto kepada CNBC Indonesia.
Fenomena ini terjadi akibat adanya penurunan permintaan, utamanya untuk pasar ekspor. Akibatnya pekerjaan menjadi lebih sedikit dan buruh yang menerima konsekuensinya, yakni tidak bisa bekerja secara normal bahkan untuk karyawan kontrak sudah mulai dilepas.
Presiden Jokowi mulai mengkhawatirkan risiko meluasnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jangka pendek. Jokowi pun memberikan arahan khusus kepada jajaran menteri agar segera mengambil kebijakan.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengulangi arahan Jokowi saat sidang kabinet paripurna, di Istana Kepresidenan, Senin (16/1/2023)
“Ada beberapa catatan presiden pertama untuk mencegah risiko potensi PHK,” kata Airlangga.
Langkah yang dimaksud antara lain mendorong percepatan belanja pemerintah pusat dan daerah untuk penggunaan produk dalam negeri untuk jangka pendek.
“Optimalisasi belanja (pemerintah) pusat & daerah untuk program padat karya baik di kota maupun desa. Memperkuat kerja sama dari goverment to goverment, dari program pekerja migran kemudian inklusi keuangan baik PNM maupun KUR,” paparnya.
Sementara itu, Airlangga mengatakan rencana jangka menengah adalah perbaikan struktural dari industri hulu ke hilir.
“Mulai rantai pasok, sdm, R&D dan akses pasar terutama juga mempercepat perjanjian CEPA, Eropa dan kerja sama dari pasar non tradisional,” jelas Airlangga.
Terakhir, pemerintah tetap melanjutkan program kartu prakerja untuk meningkatkan kemampuan pekerja tanah air.
Sumber : CNBC Indonesia