Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy angkat bicara mengenai polemik kenaikan biaya penyenggaraan ibadah haji (BPIH). Menurut dia, kenaikan BPIH harus dilakukan supaya bisa menjaga keberlangsungan penyelenggaraan haji.
Muhadjir menjelaskan, BPIH saat ini di bawah yang seharusnya, di mana pemerintah memberikan subsidi secara tidak langsung.
Meski saat ini dana haji dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang diharapkan memberi nilai tambah terlebih dahulu dari dana pembayaran haji masyarakat yang sudah masuk dan yang masih mengantre. Namun, menurut Muhadjir, hal itu masih belum maksimal.
“Kalau ditunda-tunda terus akan semakin membebani, jadi tiap tahun sebetulnya ada biaya yang dibebankan kepada calon jamaah itu di bawah nilai yang seharusnya,” kata Muhadjir di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Sehingga usulan yang saat ini masih dibahas juga dengan parlemen, dibutuhkan supaya menjaga keberlangsungan penyelenggaraan haji.
“Karena secara setiap tahun itu sebetulnya ada biaya yang dibebankan kepada calon jamaah itu di bawah nilai yang seharusnya. Makanya ini kita upayakan ada penyesuaian agar keberlangsungan dari penyelenggaraan haji bisa terjamin,” kata Muhadjir.
Sebelumnya, Kementerian Agama mengusulkan untuk menaikkan biaya haji yang dibayarkan jamaah menjadi Rp 69,20 juta. Artinya biaya haji bakal melonjak nyaris dua kali lipat dari tahun lalu sebesar Rp 39,8 juta.
Biaya haji yang sebesar Rp 69,20 juta itu merupakan 70% dari usulan rata-rata BPIH yang mencapai Rp98.893.909,11, sementara 30% sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat yang sebesar Rp29,7 juta.
Salah satu alasan dari kenaikan biaya haji ini ditujukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.
Sumber : CNBC Indonesia