Gempa Turki menimbulkan pilu bagi warganya. Tak terkecuali Mesut Hancer.
Pria itu duduk sendirian di cuaca dingin yang membeku di atas tumpukan reruntuhan rumahnya di Kahramanmaras, Turki. Wajahnya kaku dan lesu.
Dengan jelas tangannya memegang sesuatu yang terselip di reruntuhan. Itu adalah tangan sang putri, Irmak.
Irmak sudah meninggal. Namun Mesut Hancer, menolak melepaskan tangannya, membelai jari-jari gadis 15 tahun itu yang mengintip dari pecahan dinding dan kasur.
Belum ada tim penyelamat yang datang. Berbaju kuning, ia terpaku di tengah para penyintas lain yang dengan panik mencakar-cakar puing-puing untuk menemukan orang-orang terkasih, dengan membuang potongan-potongan rumah ke jalan.
“Ambil foto anakku,” panggil Mesut Hancer dengan suara rendah bergetar dari jarak 60 meter ke seorang fotografer media Prancis, AFP, yang melihatnya.
Tak banyak informasi tentang Mesut Hancer. Namun yang pasti Irmak menjadi satu dari 21.000 korban gempa Turki, yang juga mengguncang Suriah dan menyebabkan kematian.
Gempa Senin dengan magnitudo 7,8 tersebut menjadi yang terbesar selama 100 tahun di negeri itu. Ini juga menimbulkan kemarahan warga pada pemerintah karena lambannya penanganan.
“Ketika saya mengambil foto, saya sangat sedih. Saya terus mengulangi pada diri saya sendiri, ‘rasa sakit yang luar biasa’. Saya tidak dapat menahan diri untuk tidak menangis,” kata Adem Altan, jurnalis yang mengambil foto tersebut.
“Aku terdiam,” tambahnya.
“Dia berbicara dengan susah payah, jadi saya tidak bisa berbicara terlalu banyak dengannya,” kata Altan menceritakan momennya melihat Mesut Hancer dan Irmak kala itu.
Sumber : CNBC Indonesia