Pemerintah sedang merancang sebuah peraturan yang memungkinkan media untuk menerima pembayaran dari platform-platform digital atau agregator yang membawa konten mereka, kata Dewan Pers pada hari Kamis (9/02/2023).
Peraturan baru ini diharapkan dapat menyamakan kedudukan antara media dan perusahaan-perusahaan teknologi dalam hal menyediakan konten dan menghasilkan keuntungan, kata Arif Zulkifli salah satu anggota Dewan Pers.
Undang-undang ini, yang diusulkan dua tahun lalu, terinspirasi oleh undang-undang serupa di Jerman dan Australia, dan diperkirakan akan dikeluarkan sebagai peraturan presiden dalam waktu satu bulan.
Platform-platform digital di Indonesia termasuk Facebook, Google milik Alphabet Inc, dan beberapa agregator lokal.
Arif mengatakan bahwa platform-platform ini mendapatkan keuntungan dari membawa konten yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan media, sementara “sebagian besar media hanya mendapatkan keuntungan yang kecil”. “(Tidak ada) keseimbangan dalam hal ini,” katanya.
Di bawah peraturan baru ini, Dewan Pers akan menentukan struktur harga dan skema pembayaran, serta bertindak sebagai mediator jika terjadi perselisihan.
Di Australia, Kode Tawar-Menawar Media Berita mulai berlaku pada Maret 2021. Sejak saat itu, perusahaan teknologi telah menandatangani lebih dari 30 kesepakatan dengan outlet media sebagai kompensasi atas konten yang menghasilkan klik dan dolar iklan, menurut laporan Departemen Keuangan negara tersebut.
Perjanjian-perjanjian ini telah memungkinkan bisnis berita untuk mempekerjakan jurnalis tambahan dan melakukan investasi berharga lainnya dalam operasi mereka, kata laporan itu.
Berbicara pada sebuah acara untuk memperingati Hari Pers Nasional pada hari Kamis, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa undang-undang ini sangat diperlukan karena 60 persen pasar iklan di negara Asia Tenggara ini didominasi oleh platform-platform digital asing.
“Sekitar 60 persen belanja iklan diambil oleh media digital, terutama platform asing. Ini menyedihkan,” katanya.