Demo akbar yang diikuti lebih dari 10 ribu yang tegabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Kamis (10/8) mulai memanas.
Pantauan Radar Bogor pukul 17.00 WIB menunjukkan kelompok buruh yang awalnya menggelar aksi di depan Gedung International Labour Organization (ILO) mulai bergabung dengan peserta aksi di Kawasan Patung Kuda.
Orator yang menyuarakan protes mengajak peserta aksi mengepung dan menggeruduk Istana Merdeka. Di samping itu peserta aksi juga memblokade Jalan MH Thamrin yang masih dilalui kendaraan bermotor dengan membakar ban.
Para peserta aksi menyuarakan tuntutannya yakni meminta Presiden Joko Widodo mencabut Undang-undang (UU) Omnibuslaw Cipta Kerja yang dinilai justru menyengsarakan masyarakat.
Mereka juga menyuarakan agar pemerintah mencabut UU omnibulaw Kesehatan, mencabut UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dan menuntut diwujudkannya Jaminan Sosial Semesta sepanjang hayat.
Ketua Umum, Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Yundi Darmawan dalam orasinya mengatakan demo tersebut bertujuan untuk menyuarakan keluhan buruh se-Indonesia yang tifak setuju dengan Undang-undang (UU) Omnibuslaw Cipta Kerja.
Yundi berpendapat, Pemerintah dan DPR RI terlalu memaksakan dan saat mengesahkan UU Omnibuslaw Cipta Kerja bahkan mengangkangi konstitusi. Ia merasa banyak janji-janji yang ada pada UU tersebut malah menyengsarakan masyarakat.
“Katanya UU ini akan mengakomodir investasi yang masuk untuk menciptakan lapangan kerja. Tapi nyatanya hanya mengakomodir pengusaha yang justru melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Banyak perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Itu semua dipermudah oleh UU Cipta Kerja,” tekannya.
Menurutnya, UU Omnibuslaw juga tidak menjadi solusi atas hukum yang timpang tindih dan malah menimnulkan kekacauan yang lebih parah.
“Tahun 2021 UU ini sudah dinyatakan inkonstitusional. Tapi nyatanya malah digagas kembali lewat Perpu yang kini dikenal UU Nomor 6 Tahun 2023. Maka dari itu kami menuntut dicabutnya Omnibuslaw Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja beserta PP turunannya,” tegas Yundi.