Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto. Dia merupakan tersangka korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021.
“Tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) kembali dilakukan perpanjangan penahanan untuk 30 hari ke depan,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dilansir dari kompas.com, Senin (4/4).
Ali mengatakan, perpanjangan penahanan terhadap Ardian dilakukan penyidik berdasarkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dengan demikian, eks pejabat Kemendagri itu terus mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih hingga 2 Mei 2022.
“Pemanggilan saksi-saksi masih terus diagendakan oleh tim penyidik sebagai bentuk pengumpulan alat bukti dalam melengkapi berkas perkara penyidikan,” ucap Ali.
Dalam kasus ini, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur, Laode Muhammad Syukur telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ardian memiliki tugas di antaranya, melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Investasi itu dilakukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN (Ardian Noervianto) memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pada 2 Februari 2022.
Kasus itu merupakan perkembangan dari perkara sebelumnya terkait dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 yang menjerat Andi Merya.
Andi Merya yang menjabat Bupati Kolaka Timur diduga menghubungi Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode, sekitar Maret 2021, agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode, ujar Alex, Andi Merya juga menghubungi L M Rusdianto Emba yang diketahui mengenal baik Ardian Noervianto untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Kemudian, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta sekitar Mei 2021.
“Dalam pertemuan itu AMN (Andi Merya Nur) mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya,” papar Alex.
“Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” kata dia.
Menurut pemaparan Alex, tiga persen itu diberikan secara bertahap yaitu satu persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, satu persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu, dan satu persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Keinginan Ardian, ujar dia, kemudian disampaikan ke Laode untuk selanjutnya diinformasikan kepada Andi Merya.
Bupati Kolaka Timur itu pun memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode yang juga diketahui oleh L M Rusdianto Emba.
“Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar,” ungkap Alex.
“Diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) menerima sebesar Rp 500 juta,” imbuhnya.
Atas perbuatannya Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sedangkan, Ardian dan Laode sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.